Pemeriksaan KPK Selama 8 Jam: Eks Bendahara Amphuri Mengaku Tidak Mengetahui Detil Kuota Haji

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Tauhid Hamdi, mantan bendahara Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), telah menyelesaikan sesi pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Proses ini berlangsung sekitar delapan jam, dimulai pukul 08.44 WIB dan berakhir sekitar pukul 17.29 WIB hari Jumat, 19 September 2025. Dalam sesi tersebut, dia diinterogasi mengenai tanggung jawab dan perannya saat masih menjabat sebagai bendahara asosiasi.

Tauhid menjelaskan bahwa ia tidak memiliki informasi tentang jumlah kuota haji tambahan yang diberikan kepada Amphuri. Hal ini karena dia sudah tidak lagi menjadi anggota asosiasi saat peristiwa tersebut terjadi. “Saya tidak mengetahui berapa kuota yang diterima Amphuri karena sudah tidak lagi terlibat pada saat kejadian tersebut,” kata dia.

KPK sebelumnya telah memanggil Tauhid untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembagian kuota haji. Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa pemeriksaan ini dilakukan sebagai bagian dari investigasi terhadap dugaan tindak pidana korupsi terkait kuota haji untuk tahun 2023-2024. “TH adalah mantan bendahara Amphuri,” tambahnya.

Kasus ini telah mencapai tahap penyidikan, meskipun KPK belum menetapkan tersangka. Beberapa pihak telah diperiksa, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Kasus ini bermula saat Indonesia mendapatkan tambahan kuota haji sebanyak 20.000. Kuota tambahan tersebut dibagi secara 50:50 antara haji reguler dan khusus, meskipun menurut peraturan, kuota haji khusus hanya sebesar 8% dari total kuota nasional.

KPK mengungkap adanya dugaan manipulasi kuota haji oleh asosiasi travel haji yang menyewa pihak Kementerian Agama (Kemenag). Berdasarkan perhitungan sementara, kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp 1 triliun, karena perubahan kuota haji reguler menjadi khusus. Selain itu, KPK juga mengungkap adanya juru simpan yang ditugasi untuk menyimpan uang hasil korupsi tersebut. Namun, identitas juru simpan belum diketahui.

Selain itu, KPK menemukan adanya oknum dari Kemenag yang menawarkan kuota haji khusus kepada pihak travel dengan syarat pembayaran “uang percepatan” agar jemaah bisa berangkat pada tahun yang sama.

Terbaru, KPK terus berupaya mengungkap lebih dalam tentang kasus ini. Data riset terbaru menunjukkan bahwa korupsi dalam pembagian kuota haji tidak hanya terjadi pada satu tahun, tetapi mungkin telah berlangsung selama beberapa tahun. Analisis menunjukkan bahwa sistem pembagian kuota haji masih rentan terhadap manipulasi, sehingga perlu adanya pemantauan yang lebih ketat.

Studi kasus yang dilakukan oleh Lembaga Pemberantasan Korupsi menunjukkan bahwa kasus-kasus korupsi dalam pembagian kuota haji dan umrah seringkali melibatkan jaringan yang kompleks, termasuk pihak dalam dan luar pemerintah. Infografis yang dirilis oleh KPK menunjukkan bahwa korupsi ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merugikan jemaah yang tidak mendapatkan pelayanan yang seharusnya.

Kesimpulan, kasus korupsi kuota haji memang memerlukan penanganan yang serius. Dengan semakin banyaknya pengungkapan dan upaya penyelidikan yang dilakukan oleh KPK, diharapkan keadilan akan segera tercapai. Para pelaku korupsi harus diadili dengan tegas agar masyarakat dapat mendapatkan keyakinan kembali terhadap sistem penyelenggaraan haji dan umrah. Mari kita dukung upaya pengawasan dan pembaharuan sistem agar tidak terjadi lagi kasus serupa di masa depan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan