Negosiasi Gencatan Senjata Gaza Diketahui, Tetapi Amerika Serikat Menolak Setuju

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Amerika Serikat (AS) sekali lagi menggunakan hak veto untuk memblokir resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berfokus pada gencatan senjata di Jalur Gaza, Palestina. Sejak awal, AS telah melakukannya 16 kali terkait konflik di Gaza.

PBB sebelumnya telah beberapa kali usahakan gencatan senjata. Pada Juni 2025, AS telah menolak usulan DK PBB yang mendesak perhentian langsung, tanpa syarat, dan permanen antara Israel dan Hamas di Gaza.

Resolusi tersebut juga menyarankan agar bantuan kemanusiaan dapat masuk bebas ke daerah yang terkena dampak perang. Penjabat Duta Besar AS untuk PBB, Dorothy Shea, menyatakan bahwa negara itu tidak akan mendukung upaya yang tidak mengutuk Hamas atau menyerukan agar grup militan tersebut melepaskan senjata dan meninggalkan Gaza.

AS menegaskan bahwa resolusi terkait akan menghambat peran mereka sebagai penengah dalam perundingan gencatan senjata. Amerika Serikat juga merupakan negara sekutu dan pemasok senjata terbesar Israel.

Empat belas negara anggota DK PBB setuju untuk mendukung resolusi terkait. Mereka mengutuk situasi kemanusiaan yang serius di Gaza, tempat lebih dari 2 juta penduduk mengalami kekurangan makanan dan bantuan hanya mulai masuk setelah Israel menarik blokade.

Pemungutan suara DK PBB berlangsung saat Israel melanjutkan serangan militer setelah gencatan senjata selama dua bulan pada Maret 2025. Pihak kesehatan di Gaza melaporkan 45 orang tewas dalam serangan Israel pada Rabu, sementara Israel mengaku satu tentara tewas dalam pertempuran.

Duta Besar Inggris untuk PBB, Barbara Woodward, menyatakan bahwa tindakan Israel untuk memperluas operasi militer dan membatasi bantuan kemanusiaan “tidak dapat diterima, tidak proporsional, dan tidak produktif.”

Israel menolak gencatan senjata tanpa syarat, mengutip alasan bahwa Hamas tidak dapat tetap di Gaza. Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, mengatakan bahwa anggota dewan yang mendukung resolusi “memilih kompromi dan pengkhianatan, bukan perdamaian.” Sebagai tanggapan, Hamas menyebut veto AS sebagai tanda “bias buta” Amerika Serikat terhadap Israel. Resolusi juga menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera yang ditahan oleh Hamas.

Ada 14 negara yang mendukung resolusi gencatan senjata, sementara Amerika Serikat tetap mempergunakan hak veto. Draft resolusi yang dilaporkan oleh Reuters pada Jumat (19/9/2025) juga menyertakan permintaan untuk pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas dan grup milisi lainnya di Gaza.

Ini adalah keenam kalinya AS menggunakan hak veto dalam voting resolusi DK PBB terkait Perang Gaza. Konflik antara Israel dan Hamas telah berkecamuk selama hampir dua tahun.

Duta Besar Denmark untuk PBB, Christina Markus Lassen, mengatakan di depan anggota DK PBB sebelum pemungutan suara terjadi bahwa “kelaparan telah dikonfirmasi terjadi di Gaza — bukan hanya diproyeksikan atau dideklarasikan.” Dia juga menambahkan bahwa Israel memperluas operasi militer di Kota Gaza, yang semakin menambah penderitaan warga sipil.

Meskipun AS biasanya melindungi Israel, pekan lalu mereka mendukung pernyataan bersama DK PBB yang mengecam serangan Tel Aviv terhadap Qatar. Hal ini mengungkapkan ketidakpuasan Presiden Donald Trump terhadap serangan yang dilakukan oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

Namun, veto AS dalam pemungutan suara pada Kamis (18/9/2025) menunjukkan bahwa Washington tetap memberikan perlindungan diplomatik yang kuat kepada Israel. Konselor Misi AS untuk PBB, Morgan Ortagus, mengatakan bahwa resolusi baru tidak mengecam Hamas atau mengakui hak Israel untuk membela diri. Dia menambahkan bahwa “Hamas bertanggung jawab atas dimulainya dan berlanjutnya perang ini.”

Otoritas Palestina mengecam veto AS dan menyebutnya sebagai tindakan yang akan mendorong Israel melanjutkan kegiatan kejahatan di wilayah Palestina. Nabil Abu Rudeineh, juru bicara kantor kepresidenan Otoritas Palestina, menyatakan bahwa resolusi PBB “secara eksplisit menyerukan gencatan senjata dan akhir genosida oleh Israel terhadap rakyat Palestina.” Dia juga menyerukan kepada Amerika Serikat untuk “meninjau kembali keputusan mereka demi menegakkan hukum internasional.”

Krisis kemanusiaan di Gaza terus mempertanyakan tanggung jawab dunia dalam menghadapi konflik. Sementara upaya diplomatik terus berlanjut, ketidaksetujuan dan veto yang terus dilakukan oleh Amerika Serikat menegaskan kompleksitas dan ketidakstabilan situasi. Haruslah adanya solusi yang segera dan berkelanjutan untuk menghentikan penderitaan warga sipil dan mendorong perdamaian yang berkeadilan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan