Penyelidikan KPK Tentang Kredit Fiktif di Bank Jepara Artha, 136 Aset Disita

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

KPK telah memegang tanggung jawab dalam menangani kasus dugaan korupsi terkait pencairan kredit usaha di PT Bank Perkreditan Rakyat Bank Jepara Artha (Perseroda) selama periode 2022-2024. Dalam upaya pemulihan aset terkait kasus ini, KPK telah menyita sejumlah keberadaan material yang relevan. Asep Guntur Rahayu, sebagai pelaksana tugas Direktur Penindakan dan Eksekusi KPK, menyampaikan informasi tersebut melalui konferensi pers pada Kamis, 18 September 2025.

Berikut identitas lima tersangka yang terlibat dalam kasus ini:

  1. Iwan Nursusetyo (IN), Direktur Bisnis dan Operasional BPR Jepara Artha
  2. Ahmad Nasir (AN), Kepala Divisi Bisnis, Literasi dan Inklusi Keuangan BPR Jepara Artha
  3. Ariyanto Sulistiyono (AS), Kepala Bagian Kredit BPR Jepara Artha
  4. Mohammad Ibrahim Al’asyari (MIA), Direktur PT. BMG
  5. Jhendik Handoko (JH), Direktur Utama Bank Jepara Artha

Aset yang disita KPK meliputi 136 bidang tanah dan bangunan dengan nilai mencapai Rp60 miliar. Selain itu, pemilik aset Jhendik Handoko yang disita antara lain uang tunai sebesar Rp1,3 miliar, empat kendaraan bermotor, dan dua bidang tanah. Ibrahim Al’asyari pun memiliki aset yang disita berupa uang sebesar Rp11,5 miliar, satu bidang tanah, dan satu unit mobil Toyota Fortuner. Sedangkan Ahmad Nasir memiliki satu bidang tanah dan satu unit sepeda motor.

Kejadian korupsi ini terjadi setelah Bank Jepara Artha mengalami kredit macet yang mengakibatkan penurunan kinerja dan laba rugi. Jhendik Handoko bekerja sama dengan Mohammad Ibrahim Al’asyari untuk melakukan pencairan kredit yang ternyata tidak berdasarkan kenyataan. Total 40 kredit fiktif telah disepakati antara April 2022 hingga Juli 2023 dengan nilai mencapai Rp263,6 miliar. Kredit-kredit tersebut dicairkan tanpa analisis yang tepat terhadap kondisi debitur. Debitur yang mendaftar untuk kredit ini berprofesi sebagai pedagang kecil, tukang, buruh, karyawan, pengemudi ojek online, hingga pengangguran, dengan nilai kredit rata-rata sekitar Rp7 miliar per debitur.

KPK juga menemukan bukti adanya manipulasi dokumen untuk memudahkan proses pencairan kredit. Tersangka dari BPR Jepara Artha bekerja sama untuk mencairkan dana atas perintah Jhendik Handoko. Proses review dan pengikatan agunan tidak dilakukan dengan lengkap. Kasus ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp254 miliar, dan seluruh tersangka telah ditahan oleh KPK, dengan sebagian diantaranya dijemput dengan paksa.

Korupsi dalam dunia keuangan tidak hanya merugikan negara, tetapi juga meresahkan masyarakat yang terpapar dampaknya. Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan yang ketat dalam pencairan kredit agar tidak terjadi penyalahgunaan dana. Pelaku korupsi harus dijerat hukuman secara tegas agar tidak ada yang berani mengulanginya. Hanya dengan kerja sama antar instansi dan kesadaran publik yang tinggi, kegiatan keuangan dapat berjalan dengan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan