KOMISI II DPR BERUSHA CARI SOLUSI UNTUK PERFECTIFIKASI SISTEM PEMILIHAN UMUM

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Zulfikar Arse Sadikin, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, sedang mengevaluasi berbagai opsi sistem pemilu yang lebih optimal bagi Indonesia. Dalam rangka pencarian formula terbaik, DPR terus mempertimbangkan alternatif- alternatif yang dapat diperoleh.

Arse menyampaikan pernyataan tersebut setelah menerima audiensi dari Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Gedung Parlemen, Jakarta, hari Jumat (19/9/2025). Dalam kesempatan itu, Muhammadiyah mengajukan konsep reformasi sistem pemilu dengan judul “Jalan Tengah Sistem Pemilu Legislatif di Indonesia: Tawaran Gagasan Wasathiyah”.

Menurutnya, gagasan yang diajukan Muhammadiyah sangat menarik dan layak untuk dikaji lebih lanjut. Arse berjanji akan mempertimbangkan dan mendalami usulan tersebut lebih dalam.

Ridho Al Hamdi, Ketua LHKP PP Muhammadiyah, menambahkan bahwa perdebatan antara sistem proporsional terbuka (OLPR) dan tertutup (CLPR) memang telah berlarut-larut. Kedua sistem tersebut memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing. Ridho berpendapat bahwa diperlukan solusi yang seimbang untuk menghindari ekstremisme dalam pemilihan.

Sejak 1955 hingga 2004, Indonesia mengikuti sistem proporsional tertutup, kemudian beralih ke proporsional terbuka pada 2009. Menurut Ridho, meskipun sistem terbuka lebih baik, masalah seperti politik uang, kelemahan lembaga partai, dan intervensi elite tetap menjadi tantangan yang signifikan.

Untuk menjawab tantangan ini, Muhammadiyah mengusulkan sistem Moderate List Proportional Representation (MLPR), yang mencampuradukkan kekuatan partai dengan kandidat individu. Pemilih diizinkan untuk memilih partai, calon legislatif, atau keduanya. Ambang batas parlemen juga diusulkan diturunkan ke rentang 2,5-3 persen dari 4 persen saat ini, agar suara rakyat tidak terbuang.

Ridho menjelaskan bahwa sistem MLPR membantu partai untuk memetakan dukungan basis dan memberikan distribusi kursi yang lebih adil dibandingkan dengan CLPR. Namun, ia juga menekankan bahwa sistem ini harus diikuti dengan reformasi regulasi dan tata kelola pemilu untuk menjamin efektivitas.

Indonesia telah mengamati berbagai model pemilu sejak 1955, dan setiap perubahan membawa tantangan dan pelajaran tersendiri. Sistem proporsional terbuka (OLPR) dan tertutup (CLPR) telah menunjukkan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pengalaman dari Pemilu 2019 menunjukkan bahwa ambang batas 4 persen menyebabkan lebih dari 21 juta suara hilang. Oleh karena itu, MLPR diharapkan dapat mengurangi wasted vote dengan ambang batas yang lebih rendah.

Simulasi menunjukkan bahwa MLPR memberikan distribusi kursi yang lebih merata dibandingkan CLPR, tetapi keberhasilan sistem ini bergantung pada kualitas regulasi dan tata kelola pemilu. Politik uang dan budaya korupsi tetap menjadi tantangan yang harus diatasi. Reformasi lebih dalam dalam sistem politik diperlukan agar perubahan sistem pemilu dapat berdampak positif.

Kita semua memiliki peran dalam membentuk masa depan demokrasi Indonesia. Dengan sistem yang lebih adil dan transparan, kita bisa memastikan suara rakyat terdengar dengan jelas. Mari dukung reformasi yang bertujuan untuk menjadikan setiap suara berharga, karena setiap suara adalah langkah menuju demokrasi yang lebih kuat.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan