Kementrian Agama Bawa Regulasi Baru untuk Proses Hajj yang Lebih Transparan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Hilman Latief, telah menyelesaikan sesi pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berlangsung selama 11 jam. Pemeriksaan ini dimulai pada pukul 10.22 WIB dan berakhir sekitar pukul 21.53 WIB di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

Dalam wawancara dengan Thecuy.com, Hilman menjelaskan bahwa pemeriksanaan KPK berkaitan dengan regulasi yang diterapkan dalam proses penyelenggaraan haji. Dia mengaku telah membahas secara detail tentang pembagian kuota haji kepada pihak travel, serta menjelaskan seluruh tahapan yang dilakukan hingga keberangkatan jamaah.

Hilman menegaskan bahwa kunjungan ini tidak terkait dengan pengembalian dana. Dia juga tidak ingat berapa banyak pertanyaan yang diajukan oleh penyidik. “Tidak ada soal pengembalian uang. Saya lupa berapa pertanyaan yang diajukan,” katanya.

KPK telah memeriksa beberapa pihak terkait kasus korupsi kuota haji tambahan tahun 2024, termasuk eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Kasus ini saat ini sudah masuk tahap penyidikan, meskipun belum ada tersangka yang ditetapkan. Pemeriksaan juga melibatkan Nasrullah Jasam, Kepala Kantor Urusan Haji KJRI Jeddah.

Kasus ini bermula ketika Indonesia mendapatkan tambahan kuota haji sejumlah 20 ribu, yang kemudian dibagi menjadi 50:50 untuk haji reguler dan khusus. Namun, menurut undang-undang, kuota haji khusus seharusnya hanya 8% dari total kuota nasional. KPK menduga bahwa asosiasi travel haji telah menghubungi Kementerian Agama untuk membahas pembagian kuota tambahan ini.

Berdasarkan hitungan sementara, kerugian negara akibat kasus ini mencapai lebih dari Rp 1 triliun, yang timbul karena perubahan jumlah kuota haji reguler menjadi khusus.

Dengan semakin banyaknya kasus korupsi yang terungkap, penting bagi instansi pemerintah untuk meningkatkan transparansi dan ketertiban dalam penyelenggaraan haji. Inisiatif ini tidak hanya akan memastikan keadilan, tetapi juga mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap sistem penyelenggaraan ibadah haji. Keterbukaan dan akuntabilitas harus menjadi prioritas agar kasus seperti ini dapat dihindari di masa depan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan