Manajemen talenta di Kota Tasikmalaya: Inovasi untuk Promosi Jabatan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemerintah kota Tasikmalaya sedang memasang manajemen talenta sebagai dasar dalam memilih calon pejabat strategis, yang menuai tanggapan campuran dari warga. Konsep “talenta” mungkin terdengar modern, tetapi cara integrasi tersebut ke dalam sistem tata kelola Aparatur Sipil Negara (ASN) sering terabaikan.

Ketika tidak didukung oleh mekanisme yang jelas dan dapat diukur, pendekatan manajemen talenta bisa jadi menjadi salah satu jalan pintas yang merusak prinsip meritokrasi yang sudah diatur dalam peraturan.

Dr Syarif Hidayat M.Pd., MA, dosen dan peneliti kebijakan publik dari Tasikmalaya, gemeinskan pendapat bahwa konsep ini perlu diperbaiki agar tidak menjadi alasan untuk menghindari proses seleksi yang terbuka sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan. Menurutnya, walaupun konsepnya menjanjikan birokrasi yang lebih fleksibel, tanpa transparansi dan indikator yang objektif, justru bisa merusak prinsip meritokrasi yang selama ini ditegakkan.

Dr Syarif mengemukan beberapa poin penting yang perlu diperhatikan oleh Pemkot Tasikmalaya dalam menerapkan sistem manajemen talenta:

  1. Meritokrasi di Uji Coba
    Permen PAN-RB No. 15/2019 mengatur bahwa pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) harus melalui proses terbuka dan kompetitif, seperti open bidding atau job fit. Prinsip ini memastikan setiap ASN memiliki kesempatan yang sama berdasarkan kinerja, kompetensi, dan catatan karier. Namun, apabila pemerintah daerah tiba-tiba memasukkan label “talenta” baru, publik akan meragukan apakah jalur ini tetap adil atau malah melewati proses kompetisi yang seharusnya.

  2. Talenta Lebih dari Hanya Kata
    Manajemen talenta memerlukan data yang luas, seperti peta kompetensi, potensi, integritas, dan hasil dari assessment center. Tanpa komponen ini, istilah “talenta” hanya menjadi semata-mata sekadar kata kosong yang tidak berarti. Jika seleksi hanya didasarkan pada subyektifitas pejabat pembina, dampaknya jelas: ASN yang berprestasi merasa tidak diakui, motivasi mereka menurun, dan masyarakat mulai meragukan kejujuran sistem birokrasi.

  3. Bahaya Patronase yang Terpendam
    Indonesia telah berusaha keras untuk lepas dari jeleknya patronase. Jika label “talenta” diberlakukan tanpa kriteria yang jelas, bisa jadi mengundang masalah baru. Calon pejabat yang dipromosikan bukan berdasarkan kemampuan melainkan hubungan personal, akan memicu ketidakpercayaan baik di dalam lingkungan ASN maupun masyarakat. Kepercayaan sosial adalah modal penting bagi pemerintahan daerah dalam menjalankan program pembangunan.

Penerapan manajemen talenta di Kota Tasikmalaya memang menarik, tetapi harus diimbangi dengan transparansi dan prinsip meritokrasi agar tidak justru membahayakan integritas birokrasi. Langkah yang bijaksana dan terukur akan menjadi kunci agar sistem ini berhasil.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan