Ekuador Mendeklarasikan Status Darurat Akibat Demonstrasi Massal Pencabutan Subsidi BBM

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Ekuador saat ini menghadapi kondisi darurat setelah demonstrasi besar-besaran meletus di berbagai provinsi akibat penghapusan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Presiden Daniel Noboa telah mengaktifkan status darurat di tujuh provinsi, sementara unjuk rasa yang terpaut kekerasan juga terjadi di beberapa daerah lainnya.

Pemutusan subsidi BBM diumumkan Noboa seminggu yang lalu sebagai bagian dari strategi penghematan anggaran sebesar USD 1,1 miliar (Rp 18 triliun). Dana tersebut direncanakan dialokasikan untuk program sosial dan dukungan sektor pertanian. Akibat kebijakan ini, harga diesel naik tajam dari USD 1,80 (Rp 29 ribu) menjadi USD 2,80 (Rp 46 ribu) per galon, atau sekitar 48 sen (Rp 7.887) menjadi 74 sen (Rp 12.160) per liter. Menurut data, sepertiga penduduk Ekuador termasuk dalam kategori miskin.

Selain itu, demonstran telah memblokir jalan raya Pan-American North di luar Quito dengan menumpuk bebatuan, menanggapi aksi serupa oleh pengemudi truk sehari sebelumnya. Mahasiswa setempat juga ikut unjuk rasa, sementara Serikat Pekerja Front Pekerja Bersatu (FUT) merencanakan longmarch pada pekan depan. Noboa, yang dipilih kembali April 2025 dengan janji keras terhadap kartel, menyatakan keadaan darurat akan berlaku selama 60 hari untuk memerangi “kerusuhan internal yang parah.”

Pemerintah mencatat bahwa pemblokiran jalan telah mengganggu rantai pasokan pangan dan menghambat mobilitas masyarakat, memenggal sektor ekonomi. Dekrit yang dikeluarkan mengatur larangan berkumpul, serta mengizinkan militer campur tangan untuk menghentikan aksi yang dianggap ancaman bagi keamanan publik.

Kebijakan penghapusan subsidi BBM sudah dua kali dilakukan oleh presiden sebelumnya, dan selalu diikuti dengan unjuk rasa yang berdarah. Kelompok Masyarakat Adat Conaie, yang berpengaruh dalam penggulingan tiga pemimpin antara 1997-2005, saat ini menentang keputusan Noboa, meskipun belum secara resmi bergabung dalam protes. Tahun lalu, Ekuador melaporkan pemadaman listrik bergilir yang mendorong ekonomi masuk ke resesi.

Menanggapi krisis ini, penting untuk memperhatikan dampak langsung pada masyarakat, terutama golongan miskin yang terpukul pada harga BBM yang melambung. Kebijakan ini bisa menjadi pelajaran bagi negara lain tentang keterkaitan stabilitas sosial dan reformasi ekonomi. Solusi jangka panjang perlu dipertimbangkan, seperti dukungan langsung pada masyarakat rentan dan diversifikasi sumber energi. Ekuador kini berada di persimpangan, memerlukan keseimbangan antara reformasi dan kestabilan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan