Disney Didenda Rp 3,7 Triliun Buntut Gaji Karyawan di Bawah Minimum

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pengadilan di California telah menyetujui perjanjian pembayaran senilai US$ 233 juta, yang setara dengan sekitar Rp 3,82 triliun (dengan kurs Rp 16.400), sebagai solusi atas gugatan yang diajukan oleh 51.478 pekerja Disneyland terhadap Walt Disney Co. Para pengugat membantah bahwa perusahaan tidak memberikan upah yang adil.

Menurut laporan Reuters pada Kamis (18/9/2025), hakim William Claster dari Pengadilan Tinggi Orange County telah memberikan persetujuan akhir pada Selasa. Ia menganggap kesepakatan tersebut adil, wajar, dan sesuai dengan kebijakan publik.

Dari jumlah tersebut, sebesar US$ 17,5 juta akan dialokasikan sebagai denda perdata kepada California Labor and Workforce Development Agency, sementara US$ 35 juta akan diberikan kepada pengacara yang mewakili pihak pengugat. Suku cadangan lainnya akan digunakan untuk memenuhi berbagai biaya lainnya.

Gugatan ini dimulai pada Desember 2019, setelah Disney menyatakan bahwa mereka tidak terikat oleh ketentuan upah minimum yang disahkan oleh pemilih di Anaheim, tempat Disneyland berada. Aturan ini dikenal dengan nama Measure L, yang memerintahkan bisnis yang menerima subsidi pajak dari kota untuk membayar karyawan resor minimal US$ 15 per jam pada tahun 2019.

Menurut juru bicara Disney, saat ini hampir 96% dari karyawan mereka, yang mereka sebut sebagai “cast members,” menerima gaji di atas US$ 22 per jam, melebihi upah minimum saat ini yang berjumlah US$ 20,42 per jam menurut Measure L. Upah minimum di California saat ini adalah US$ 16,50 per jam.

“Disney sangat prihatin pada para cast members kami,” kata juru bicara perusahaan pada Rabu. “Kami bangga telah memberikan gaji dan manfaat yang sangat kompetitif di industri kami,” sambungnya.

Perkembangan ini menegaskan pentingnya pengawasan upah dan kebijakan kerja yang adil di industri hiburan. Disney, sebagai perusahaan besar, telah menghadapi tantangan dalam memenuhi harapan para karyawan, terutama di tengah meningkatnya biaya hidup. Kesepakatan ini menunjukkan upaya untuk merangka solusi yang memenuhi keinginan kedua pihak.

Selain itu, kasus ini mengingatkan perusahaan-perusahaan besar untuk lebih memperhatikan kondisi buruh mereka, khususnya dalam menyediakan upah yang layak. Pengalaman Disney dapat menjadi pelajaran bagi perusahaan lain tentang pentingnya transparansi dan komunikasi yang baik dalam menanggapi aspirasi karyawan.

Dalam dunia bisnis modern, kepuasan karyawan terus menjadi faktor kunci dalam menentukan kesuksesan perusahaan. Disney, dengan langkah ini, telah menunjukkan komitmen untuk memperbaiki hubungan dengan tenaga kerjanya. Hal ini bukan hanya tentang memenuhi syarat hukum, tetapi juga sebagai langkah strategis untuk meningkatkan produktivitas dan loyalitas karyawan.

Penyelesaian gugatan ini juga mengilustrasikan bagaimana peraturan pemerintah dapat memengaruhi praktik korporasi. Measure L tidak hanya berlaku pada Disney, tetapi juga terhadap bisnis lainnya yang menerima manfaat dari kota. Ini menguatkan peran pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan perusahaan dan hak-hak buruh.

Untuk pembaca, hal ini menjadi inspirasi bahwa perjuangan untuk hak-hak buruh dapat berujung pada perbaikan yang nyata. Kesepakatan ini membuktikan bahwa persisten dalam mengajukan keluhan dapat menghasilkan perubahan positif. Setiap individu memiliki peran dalam memastikan adanya kebersamaan dan keadilan di tempat kerja, baik secara langsung maupun melalui dukungan pada kebijakan yang mendukung.

Pertimbangan terakhir, setiap perusahaan harus memahami bahwa investasi pada karyawan tidak hanya berdampak pada keberlangsungan bisnis, tetapi juga pada reputasi dan etika perusahaan. Disney telah mengambil langkah serius dalam merespon gugatan ini, dan ini dapat menjadi contoh bagi perusahaan lainnya untuk memastikan bahwa praktik bisnis mereka selalu berorientasi pada keadilan dan kemajuan bersama.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan