Wamenkes Jelaskan Penyiasatan Korupsi di RSUD Kaltim

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kasus yang timbul terkait dugaan korupsi dalam pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur telah menjadi pelajaran penting bagi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hal ini terutama relevan dalam upaya penguatan pencegahan tindak korupsi, khususnya dalam hal pendanaan perbaikan akses layanan kesehatan di berbagai wilayah.

Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, menegaskan bahwa pemerintah telah menyusun sistem yang dapat melakukan pemantauan dan pengecekan terhadap laporan dugaan korupsi, baik di dalam Kementerian Kesehatan maupun proyek terkait dengan pengadaan alat kesehatan, peningkatan fasilitas, dan aspek lainnya. “Kami selalu melakukan kerja yang terstruktur, dengan mekanisme yang memastikan adanya pemantauan saling berimbang,” ujarnya saat ditemui di Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (17/9/2025).

Hasil evaluasi ini diharapkan mampu mencegah terjadinya kembali kasus korupsi di lingkup Kemenkes RI. “Dengan sistem yang ketat, kami berharap tidak akan terjadi ulang kasus korupsi yang pernah terjadi sebelumnya,” tambahnya.

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memanggil Wakil Bupati Kolaka Timur, Yosep Sahaka, sebagai saksi dalam kasus korupsi pembangunan RSUD yang melibatkan Bupati Koltim nonaktif, Abdul Aziz, sebagai tersangka. “Pemeriksaan terhadap saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pembangunan RSUD Kolaka Timur sedang berlangsung,” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Selasa (16/9/2025). Pemeriksaan ini dilakukan di Gedung Merah Putih KPK.

Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang dilakukan di Sulawesi Tenggara, Jakarta, dan Sulawesi Selatan. KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yaitu:

  1. Abdul Azis (ABZ), Bupati Koltim periode 2024-2029
  2. Andi Lukman Hakim (ALH), Penanggung Jawab Kemenkes untuk pembangunan RSUD
  3. Ageng Dermanto (AGD), PPK proyek pembangunan RSUD di Koltim
  4. Deddy Karnady (DK), pihak swasta-PT PCP
  5. Arif Rahman (AR), pihak swasta-KSO PT PCP

KPK menduga bahwa Abdul Azis meminta uang komitmen sebesar Rp 9 miliar dari proyek senilai Rp 126 miliar tersebut. Diketahui, Abdul Azis telah menerima uang sebesar Rp 1,6 miliar.

Selain menguatkan sistem pencegahan korupsi, kasus ini juga menunjukkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik. Pembelajaran dari kasus RSUD Kolaka Timur harus menjadi motivasi bagi semua pihak untuk menjaga kejujuran dan integritas dalam setiap proses pembangunan. Terutama dalam sektor kesehatan yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Semangat dalam merampungkan proyek dengan etika dan hukum adalah kunci agar Indonesia terus berkembang dengan adil dan sehat.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan