Protes Massa di Ekuador Terhadap Kenaikan Harga BBM

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Presiden Ekuador, Daniel Noboa, mengumumkan penerapan status darurat di tujuh provinsi pada Selasa (16/9). Langkah ini diambil sebagai tanggapan terhadap serangkaian unjuk rasa yang terjadi akibat penghapusan subsidi bahan bakar minyak (BBM).

Menurut laporan dari Barron’s yang disiarkan AFP pada Rabu (17/9/2025), demonstrasi ini dimulai setelah Noboa mengumumkan pengurangan subsidi BBM minggu sebelumnya. Tujuannya adalah menghemat dana negara senilai US$ 1,1 miliar (setara Rp 18,06 triliun dengan kurs Rp 16.427 per dolar AS). Dana tersebut direncanakan akan dialokasikan untuk program bantuan sosial dan dukungan sektor pertanian.

Namun, keputusan ini langsung menimbulkan kenaikan harga solar dari US$ 1,80 (Rp 29.568) menjadi US$ 2,80 (Rp 45.995) per galon. Pengaruh ini sangat mempengaruhi masyarakat, dengan hampir 30% penduduk Ekuador hidup di bawah garis kemiskinan, yang kemudian memicu protes besar-besaran sejak awal pekan.

Hingga Selasa (16/9), para demonstran telah memblokir jalan raya Pan-American Utara di luar Quito dengan menggunakan batu, setelah sebelumnya massa pengemudi truk telah melakukan aksesi serupa di beberapa jalan. Hal ini menimbulkan penghambatan dalam rantai pasokan pangan dan memengaruhi mobilitas masyarakat, mengganggu berbagai sektor ekonomi.

Ini bukan pertama kalinya pemerintah Ekuador mencoba menghapus subsidi BBM. Dua presiden sebelumnya juga pernah mengusulkan langkah serupa, namun upaya tersebut selalu ditanggapi dengan demonstrasi keras, sehingga akhirnya dibatalkan. Gerakan protes saat ini dipimpin oleh kelompok Adat Conaie, yang sebelumnya berhasil menggulingkan tiga pemimpin Ekuador antara 1997 hingga 2005.

Kelompok Conaie menyatakan bahwa pengurangan subsidi lebih merugikan masyarakat miskin. Namun, hingga saat ini, mereka belum secara resmi bergabung dengan aksi unjuk rasa terbaru.

Menurut data terbaru dari Bank Dunia, Ekuador mengalami inflasi sebesar 4,2% pada tahun 2025, dengan sektor pertanian dan transportasi paling terpengaruh. Hal ini membuktikan bahwa kebijakan ekonomi yang tidak seimbang dapat mengakibatkan ketidakstabilan sosial yang serius. Studi kasus di negara lain, seperti Venezuela pada 2016, menunjukkan bahwa penarikan subsidi BBM tanpa penyesuaian yang tepat dapat menyebabkan krisis ekonomi yang lebih parah.

Dari sisi analisis, pemerintah Ekuador perlu mempertimbangkan dampak sosial dari kebijakan ekonomi mereka dengan lebih matang. Hal ini penting untuk memastikan bahwa penghematan dana tidak berdampak negatif pada masyarakat terpinggirkan. Sebuah infografis dari PBB menampilkan bahwa negara-negara dengan programm bantuan sosial yang kuat mengalami stabilitas sosial lebih tinggi setelah penarikan subsidi.

Keputusan pemerintah untuk menghentikan subsidi BBM tentu saja memiliki dampak besar, namun penting untuk menemukan keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Penting untuk belajar dari kesalahan masa lalu dan memastikan bahwa setiap langkah yang diambil akan membawa manfaat jangka panjang, bukan hanya sementara.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan