KPK Teliti Kembali Kasus Eks Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

KPK tengah menyelidiki kasus dugaan tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan alokasi kuota haji tahun 2024. Untuk mendalami perkara ini, institusi anti-korupsi tersebut kembali memanggil Jaja Jaelani, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus pada tahun tersebut, untuk sesi pemeriksaan.

“Ada jadwal pemeriksaan terhadap saksi terkait dugaan TPK dalam kasus pemenuhan kuota haji tahun 2023-2024. Seluruh proses dilakukan pada hari Rabu, 17 September 2025,” ungkap Budi Prasetyo kepada para wartawan. Ia juga menegaskan bahwa orang yang diperiksa adalah Jaja Jaelani, dalam kapasitasnya sebagai Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus pada tahun yang sama.

Pelaksanaan pemeriksaan ini berlangsung di gedung KPK, terletak di area Kuningan, Jakarta Selatan. Tak hanya Jaja, KPK juga memanggil beberapa saksi lainnya, di antaranya:

  1. Ramadan Harisman, PNS di Kementerian Agama RI
  2. M. Agus Syafi, Kasubdit Perizinan, Akreditasi, dan Bina Penyelenggaraan Haji Khusus selama tahun 2023-2024
  3. Abdul Muhyi, Analis Kebijakan pada Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus periode 2022-2024
  4. Nur Arifin, Direktur Umrah dan Haji Khusus pada tahun 2023

Sebelumnya, Jaja sudah pernah diinterogasi oleh KPK. Penyelidikan ini mengkaji proses perolehan kuota haji tambahan di Indonesia. Saksi-saksi yang dipanggil diperkirakan dapat memberikan informasi penting tentang urutan perolehan dan pembagian kuota tambahan tersebut.

Kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024 saat ini sedang dalam tahap penyidikan. Namun, KPK belum menetapkan tersangka. Beberapa pihak sudah diperiksa, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Kasus ini bermula ketika Indonesia mendapatkan tambahan kuota haji sebesar 20 ribu. Kuota tambahan tersebut kemudian dibagi secara 50:50 antara haji reguler dan haji khusus. Namun, menurut Undang-Undang, kuota haji khusus hanya sebesar 8 persen dari total kuota nasional. KPK menduga bahwa asosiasi travel haji, setelah menyadari adanya kuota tambahan, langsung menghubungi Kementerian Agama untuk membahas perihal pembagian kuota.

Hingga saat ini, kerugian negara yang ditimbulkan kasus ini diestimasi mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Kerugian ini timbul akibat perubahan dalam alokasi kuota haji dari reguler ke khusus. Dalam pengembangan terbaru, KPK telah melakukan penyitaan 2 rumah di Jakarta Selatan dengan nilai sebesar Rp 2,6 miliar. Rumah tersebut diduga dibeli dari hasil keuntungan kuota haji.

Penyelidikan korupsi kuota haji tidak hanya mengungkap keterlibatan individual, tetapi juga memerlukan analisis mendalam terhadap sistem yang memungkinkan praktik semacam ini terjadi. Kasus ini menjadi peringatan bagi masyarakat tentang pentingnya transparansi dalam pengelolaan sumber daya negara. Pengawasan yang ketat diperlukan agar setiap kuota haji dapat diterapkan dengan adil dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Bagian dari perbaikan sistem ini juga melibatkan upaya penguatannya agar tidak ada lagi kesempatan bagi pelaku korupsi untuk meraup keuntungan pribadi dari aset negara.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan