Ketua K3 MPR Menegaskan Relevansi TAP MPR dalam Menghadapi Dinamika Politik Saat Ini

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Taufik Basari, kepala Komisi Kajian Ketatanegaraan (K3) MPR RI, mengemukakan bahwa mempertimbangkan kembali Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) Nomor 1 Tahun 2003 sangat penting untuk menyusun kembali status hukum berbagai ketetapan MPR sebelum dan sesudah amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Kata-katanya disampaikan saat diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta.

TAP MPR Nomor 1 Tahun 2003, menurut Taufik, merupakan hasil penting dari reformasi 1998 dan proses amandemen UUD 1945 antara 1999-2002. Ketetapan ini mengkategorikan berbagai ketetapan MPR, termasuk yang dicabut, masih berlaku, dan yang sementara berlakunya masih tergantung adanya peraturan baru.

Meskipun sering terabaikan, Taufik menegaskan bahwa nilai-nilai dalam TAP MPR ini masih relevan dan relevan untuk menanggapi tantangan saat ini. Ia mengungkapkan keprihatinan atas jarak antara rakyat dan pemerintah, kebijakan yang tidak merespon aspirasi masyarakat, serta kemunculan oligarki. Solusinya menurutnya, adalah kembali kepada prinsip etika kehidupan berbangsa, pemberantasan KKN, dan penguatan demokrasi.

TAP MPR yang masih berlaku, seperti yang tercantum dalam Pasal 4, perlu dievaluasi tidak hanya dari sisi hukum, tetapi juga etika dan substansinya. Taufik menganggap TAP MPR Nomor 8 Tahun 2001 tentang pemberantasan KKN dan TAP Nomor 6 Tahun 2001 tentang etika kehidupan berbangsa sangat relevan dengan situasi sekarang. Ia menekankan bahwa etika berbangsa bukan hanya untuk pejabat, tetapi juga untuk seluruh masyarakat, dengan pemerintah harus menjadi teladan.

Semangat reformasi 1998 menjadi landasan moral perubahan UUD 1945 dan lahirnya TAP MPR yang menjadi pedoman bangsa. Taufik mendorong untuk tidak kembali kepada sistem otoriter, sentralistik, atau oligarkis, dan menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat serta harus dijalankan berdasarkan konstitusi.

Sementara itu, Martin Hutabarat, wakil kepala K3 MPR, menekankan pentingnya memahami kembali peranan MPR pasca-reformasi dan urgensi TAP MPR Nomor 1 Tahun 2003 sebagai dasar keberlakuan ketetapan MPR lainnya. Ia mengkritik bahwa walaupun sudah ada undang-undang yang mengatur pemberantasan KKN, regulasi tersebut belum komprehensif seperti yang diminta TAP MPR. Martin menyarankan MPR untuk mendorong pemerintah dan DPR merumuskan undang-undang yang mengadopsi isi TAP MPR yang masih berlaku.

Ketika TAP-TAP tersebut sudah dimasukkan dalam undang-undang, maka sesuai TAP Nomor I Tahun 2003, ketetapan tersebut bisa dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pertanyaan yang sering diajukan adalah bagaimana menciptakan sistem yang benar-benar berpedoman pada aspirasi rakyat? Jawaban mungkin terletak dalam penguatan nilai-nilai demokrasi yang sehat dan transparansi dalam pemerintahan. Hanya dengan demikian, Indonesia bisa mewujudkan visi negara yang adil dan makmur bagi seluruh warganya.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan