Angka Bunuh Diri di Jawa Tengah Tinggi Tergantung Faktor-Faktor Psikososial Menurut Dokter Spesialis Jiwa

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

JakartaPenting untuk diingat: Depresi dan munculnya ide bunuh diri tidak boleh ditangani sepihak. Kesehatan mental seutuhnya berhak mendapat perhatian serupa dengan kesehatan fisik. Jika gejala depresi memprihatinkan, segera hubungi pakar seperti psikolog atau psikiater, atau kunjungi klinik kesehatan jiwa. Layanan konsultasi online pun tersedia gratis melalui platform Healing119.id.

PLT Direktur Utama Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, dr Arif Zainudin dr Wahyu Nur Ambarwati, SpKJ, menjelaskan bahwa Jumlah kasus bunuh diri di Jawa Tengah meningkat karena berbagai sebab, salah satunya adalah penanganan yang kurang optimal terhadap pasien gangguan mental. Contohnya, pasien skizofrenia yang tidak mendapat perawatan rutin.

Pasien dengan skizofrenia membutuhkan pengobatan teratur. Ia menegaskan, bila perawatan tak dilakukan dengan tepat, risiko pasien melukai dirinya sendiri akan lebih tinggi. “Contohnya, pasien skizofrenia yang mungkin mengalami kemambatan atau tidak konsisten dalam mengkonsumsi obat. Halusinasi atau waham yang kuat justru memicu sikap berbahaya,” terang dr Wahyu dalam interaksi media di Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (16/9/2025).

Alasan mengapa beberapa kasus terlambat mendapatkan perawatan dikaitkan dengan faktor psikososial. Dr Wahyu menambahkan, stigma negatif terhadap penyakit jiwa masih menjadi halangan bagi mereka yang memerlukannya. Hal ini membuat orang lebih enggan mencari bantuan karena takut dinilai aneh atau hilang pekerjaan.

“Stigma menjadi penghambat. ‘Malu nanti orang katakan gila’ atau khawatir kehilangan status di tempat kerja, ini menjadi alasan klasik. Kita harus mengajak setiap individu bahwa pengobatan jiwa akan membantu mereka kembali aktif di masyarakat dan bekerja,” jelas dr Wahyu.

Selain itu, faktor psikososial seperti gaya hidup juga mempengaruhi risiko bunuh diri. Ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan seringkali menjadi pemicu, terutama pada remaja dan pelajar. “Beberapa kasus melibatkan perbedaan antara kemampuan dan keinginan seseorang. Konflik dalam diri, masalah pendidikan, dan daya mental yang melemah menjadi penyebab utama,” ujar dr Wahyu.

Dr Wahyu juga mengamati peningkatan kasus kesehatan mental di Rumah Sakit tempat ia bertugas selama dua tahun terakhir. Salah satu gejala yang sering ditemukan adalah perilaku self-harm (melukai diri sendiri). Dalam kondisi ini, pasien memerlukan perawatan spesifik. “Jika sudah sampai ke tahap niat bunuh diri, kita perlu menjelajahi penyebabnya, apakah depresi atau psikosis,” katanya.

Sebelumnya, Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi, mengungkapkan bahwa Jawa Tengah merupakan provinsi dengan kasus bunuh diri terbanyak di Indonesia tahun 2024, yaitu 478 kasus. Jawa Timur menduduki posisi kedua dengan 201 kasus, diikuti Sumatera Utara (81 kasus), Jawa Barat (72 kasus), Bali (72 kasus), dan DKI Jakarta (49 kasus). “Jawa Tengah dua kali lebih banyak kasus dibanding Jawa Timur, padahal populasi Jawa Timur lebih banyak. Bahkan dibanding Jawa Barat, yang memiliki penduduk terbanyak di Indonesia, jumlah kasus masih lebih rendah.”

Kesehatan mental tidak bisa ditangguhkan. Apakah Anda atau seseorang yang Anda sayangi mengalami gejala yang mencemaskan? Jangan ragu untuk mencari bantuan. Harap diingat, setiap langkah kecil menuju kesadaran dan penanganan akan membuat perbedaan.

Studi terkini menunjukkan bahwa dukungan sosial dan aksesibilitas layanan kesehatan jiwa dapat mengurangi risiko bunuh diri hingga 50%. Implementasi program edukasi di sekolah dan tempat kerja juga diperlukan untuk mengurangi stigma. Dengan bantuan dan kesadaran kolektif, kita bisa membuat kemajuan nyata dalam menangani krisis kesehatan mental ini.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan