Suku Bunga Pindar di Indonesia Dilihat Masih Ideal di Area ASEAN, Perbandingannya Dipaparkan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Center for Economic and Law Studies (CELIOS) menyatakan bahwa aturan mengenai bunga pinjaman daring di Indonesia merupakan implementasi terbaik di kalangan negara ASEAN. Hal ini diungkap melalui riset mereka yang berjudul “Dampak Regulasi Batas Maksimum Manfaat Ekonomi Pinjaman Daring.” Dalam riset ini, dibandingkan pendekatan negara ASEAN lain terhadap industri pinjaman daring, termasuk pengaturan bunga pinjaman.

Direktur Ekonomi Digital CELIOS, Nailul Huda, menjelaskan bahwa Singapura tidak memiliki batasan bunga untuk pinjaman daring, sedangkan Malaysia hanya menerapkannya dalam pasar pinjaman konvensional. Vietnam baru saja mengenal regulasi ini pada 2025 melalui sandbox regulasi dengan bunga yang masih sementara.

Indonesia sudah lama menerapkan aturan ketat bagi industri pinjaman daring, termasuk manajemen sumber daya manusia dan perlindungan pemberi pinjaman melalui Rapat Umum Pemberi Dana (RUPD). Namun, Nailul menegaskan bahwa bunga pinjaman untuk tahun depan perlu disesuaikan dengan situasi ekonomi yang akan datang. Ia menyatakan bahwa 0,3% saat ini sudah ideal, tetapi kemungkinan tahun depan akan berbeda.

“Pemberi pinjaman pasti akan mempertimbangkan investasi lain. Jadi, hal ini sangat kritis. Sebagai contoh, jika bunga Bank Indonesia naik tinggi, masyarakat akan lebih memilih investasi pada SBN atau deposito. Oleh karena itu, harus dicari keseimbangan antara keinginan pemberi pinjaman dan peminjam,” kata Nailul.

Jika pendanaan tidak mencukupi, likuiditas platform pinjaman daring akan menurun, memengaruhi penyaluran pinjaman kepada peminjam. Hal ini bisa memungkinkan rentenir untuk menawarkan opsi pinjaman yang tidak legal.

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) pernah dituding melakukan kartel pada pengaturan bunga pinjaman. Namun, inisiatif ini sejak 2018 sebenarnya ditujukan untuk melindungi konsumen. Saat itu, belum ada patokan, sehingga anggota asosiasi mengambil inisiatif untuk menetapkan batasan bunga.

“Kami tidak menetapkan harga tetap untuk keuntungan,” ujar Ketua Umum AFPI, Entjik S Djafar. Ia juga menjelaskan bahwa penentuan bunga sudah sesuai dengan arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melindungi konsumen dari bunga yang terlalu tinggi.

Sekretaris Jenderal AFPI, Sunu Widyatmoko, menambahkan bahwa penentuan bunga ini juga bertujuan membedakan pinjaman online legal dan ilegal. OJK meminta AFPI untuk menetapkan bunga maksimum yang harus diperhatikan anggota asosiasi.

Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan OJK, Agusman, menyatakan bahwa pengaturan bunga pinjaman oleh AFPI adalah bagian dari Kode Etik sebelum diberlakukannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. Ini bertujuan melindungi masyarakat dari bunga pinjaman tinggi dan membedakan pinjaman online legal dari ilegal.

Batas bunga maksimum pertama kali ditetapkan pada 2018 sebesar 0,8% dan kemudian diturunkan menjadi 0,4% per hari pada 2021. Setelah penerbitan Undang-Undang Pengembangan Sektor Keuangan, AFPI mencabut batas bunga maksimum dan menyelaraskan dengan aturan regulator. Sejak 1 Januari 2024, bunga pinjaman untuk sektor konsumtif diturunkan menjadi 0,3% per hari, dengan rencana turun lagi menjadi 0,2% pada 2025 dan 0,1% pada 2026. Untuk sektor produktif, bunga akan turun menjadi 0,067% pada 2026.

Tentang tudingan kartel, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menjelaskan bahwa pengaturan bunga oleh AFPI bukan kartel. Mekanisme ini justru menciptakan persaingan sehat dan melindungi konsumen dari bunga yang tinggi. Kartu adalah praktik yang merugikan konsumen dengan menetapkan harga tinggi. Piter juga menyebutkan bahwa pemerintah seringkali melakukan hal serupa dengan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET).

Regulasi pinjaman daring di Indonesia telah menempatkan negeri ini sebagai pemimpin dalam menjaga ketertiban dan perlindungan konsumen di ASEAN. Pengaturan bunga yang transparan dan berkelanjutan bukti bahwa pemerintah dan asosiasi fintech berkomitmen untuk menciptakan sistem keuangan yang lebih adil dan aman. Masyarakat diimbau untuk tetap bijak dalam memilih platform pinjaman dan memanfaatkan fasilitas yang tersedia dengan bijak.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan