China Tuding Perusahaan Terkuat AS Langgar Aturan di Tengah Suhu Politik yang Meningkat

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Ketegangan perdagangan antara China dan Amerika Serikat semakin memanas setelah Beijing menuduh Nvidia, perusahaan teknologi raksasa asal AS yang menjadi pemasok utama chip AI, melakukan pelanggaran aturan antimonopoli. Kabar ini muncul bertepatan dengan digelarnya putaran keempat negosiasi perdagangan di Madrid yang dihadiri delegasi kedua negara, termasuk Menteri Keuangan AS Scott Bessent yang menilai diskusi berjalan positif.

Sebelum perundingan, pemerintah AS melalui Departemen Perdagangan justru memperketat kebijakan dengan memasukkan dua perusahaan semikonduktor China, GMC Semiconductor Technology Co. dan Jicun Semiconductor Technology, ke dalam daftar hitam yang membatasi akses mereka terhadap teknologi AS. Sementara itu, China merespons dengan langkah kontroversial terhadap Nvidia, meskipun bulan sebelumnya Presiden Donald Trump telah menyetujui kesepakatan yang mewajibkan Nvidia dan AMD membayar 15% dari penjualan chip mereka ke China.

Otoritas China melalui State Administration for Market Regulation (SAMR) masih menyelidiki kemungkinan sanksi bagi Nvidia terkait dugaan pelanggaran dalam proses akuisisi Mellanox, perusahaan asal Israel yang dibeli Nvidia pada 2020 dengan persetujuan Beijing. SAMR menemukan indikasi pelanggaran hukum antimonopoli meski belum merinci bukti spesifik. Nvidia mengklaim telah mematuhi semua regulasi dan bersedia berkoordinasi dengan pihak berwenang.

CEO Nvidia Jensen Huang mengungkapkan kekhawatirannya atas dampak pembatasan ekspor ke China, mengingat pasar AI di negara itu diprediksi mencapai USD 50 miliar dalam waktu dekat. Ia memperingatkan bahwa ketiadaan perusahaan AS akan membuka peluang bagi pesaing lokal seperti Huawei untuk mendominasi.

Teknologi semikonduktor kini menjadi medan pertempuran ekonomi-politik global, dengan pertumbuhan pasar China yang mencapai 8,7% tahun lalu menunjukkan ketergantungan dunia pada rantai pasok elektronik Asia. Studi McKinsey mengungkap 70% perusahaan teknologi multinasional telah merombak strategi pasokan mereka pasca sanksi AS-China. Inovasi chip generasi berikutnya seperti teknologi 3nm diperkirakan akan semakin dipolitisasi, sementara startup seperti Graphcore mulai menawarkan alternatif di tengah ketegangan Nvidia-Huawei.

Masa depan kolaborasi teknologi bergantung pada keseimbangan antara keamanan nasional dan perkembangan industri. Pelaku bisnis perlu mengadaptasi model kerja sama yang lebih fleksibel, karena proteksionisme berlebihan justru berisiko memicu fragmentasi pasar global. Inovasi akan tetap menjadi kunci, tetapi diplomasi ekonomi yang cerdas menentukan seberapa cepat terobosan itu sampai ke tangan konsumen.

Baca juga Info Gadget lainnya di Info Gadget terbaru

Tinggalkan Balasan