Tunjangan DPRD Kota Tasikmalaya sebesar 20 Kali Upah Buruh

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Selama ini, anggota dewan di kota Tasikmalaya tidak hanya menerima seragam, tetapi juga mendapatkan tunjangan yang cukup besar. Seperti yang tertuang dalam Peraturan Wali Kota Tasikmalaya Nomor 1 Tahun 2025, jumlah tunjangan yang diterima para wakil rakyat jauh melebihi rata-rata pendapatan masyarakat umum. Bahkan, angka tersebut mencapai belasan kali lipat jika dibandingkan dengan Upah Minimum Kota (UMK).

Para pimpinan DPRD di Kota Tasikmalaya mendapat tujuh jenis tunjangan setiap bulannya. Rinciannya meliputi representasi sebesar Rp 2,1 juta, uang paket Rp 210 ribu, tunjangan jabatan Rp 3,04 juta, tunjangan alat kelengkapan Rp 228 ribu, komunikasi intensif Rp 10,5 juta, tunjangan perumahan Rp 29,2 juta, dan tunjangan transportasi Rp 17,45 juta. Jika dijumlahkan, total tunjangan yang diterima oleh pimpinan DPRD setiap bulan mencapai Rp 62,73 juta.

Sementara itu, anggota DPRD juga menerima komponen tunjangan yang sama, namun dengan jumlah yang lebih kecil. Rinciannya termasuk representasi Rp 1,57 juta, uang paket Rp 157 ribu, tunjangan jabatan Rp 2,28 juta, tunjangan alat kelengkapan Rp 91 ribu, komunikasi intensif Rp 10,5 juta, tunjangan perumahan Rp 19 juta, dan tunjangan transportasi Rp 16,4 juta. Total tunjangan yang diterima anggota DPRD setiap bulan adalah Rp 50 juta.

Perbedaan yang paling menonjol antara tunjangan pimpinan dan anggota DPRD terdapat pada tunjangan perumahan dan representasi. Pimpinan DPRD menerima Rp 29,2 juta untuk tunjangan perumahan, sedangkan anggota hanya Rp 19 juta.

Ketika dibandingkan dengan UMK Kota Tasikmalaya tahun 2025 yang ditetapkan sebesar Rp 2.801.962,82, total tunjangan anggota DPRD setara dengan sekitar 17–18 kali lipat UMK, sementara pimpinan DPRD mencapai 22–23 kali lipat UMK. Bagi masyarakat yang hidup dengan gaji setara UMK, sebagian besar penghasilan mereka digunakan untuk kebutuhan pokok seperti pangan, transportasi, listrik, dan sewa rumah.

Situasi ini menggambarkan perbedaan yang signifikant antara pendapatan legislatif dan daya beli masyarakat umum. Nandang Suherman, pemerhati anggaran dari Perkumpulan Inisiatif, menyoroti pentingnya transparansi terkait tunjangan agar masyarakat dapat memahami alokasi anggaran daerah. Menurutnya, keterbukaan tentang tunjangan bukan hanya mengenai angka, tetapi juga menunjukan akuntabilitas. Masyarakat perlu mengetahui cara penggunaan anggaran, termasuk untuk kesejahteraan anggota dewan.

Namun, Nandang juga mengklarifikasi bahwa tidak semua penerimaan DPRD atau kepala daerah dapat dikategorikan sebagai penghasilan pribadi. Menurutnya, ada penerimaan lain yang diberikan dalam bentuk dana operasional, yang bukanlah take home pay, melainkan anggaran kerja yang sudah diatur penggunaan.

Data riset terbaru menunjukkan bahwa isu tunjangan legislatif menjadi perhatian utama warga karena mempengaruhi persepsi terhadap keadilan dalam pengelolaan anggaran daerah. Survei terbaru dari Lembaga Survei Nasional (LSN) menunjukan bahwa 68% warga setuju dengan evaluasi ulang terhadap tunjangan DPRD untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.

Analisis unik dan simplifikasi:
Perbedaan tunjangan antara pimpinan dan anggota DPRD tidak hanya menampilkan ketimpangan finansial, tetapi juga memunculkan pertanyaan tentang efisiensi penggunaan anggaran. Kesadaran masyarakat terhadap transparansi keuangan menjadi kunci untuk mendorong reformasi dalam pengelolaan dana publik.

Kesimpulan:
Mengutamakan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran daerah bukan hanya tentang angka, melainkan tentang keadilan dan keterbukaan. Masyarakat harus terus memantau dan memeriksa penggunaan dana publik agar pengelolaan anggaran dapat dinikmati bersama untuk kesejahteraan semua lapisan masyarakat.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan