Penyetujuan Pengusaha atas Penahanan Pajak 2026 Oleh Pemerintah

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemerintah telah memutuskan untuk tidak menambah beban pajak baru tahun berjalan. Keputusan ini diambil untuk memberikan ruang lebih bagi pembelian masyarakat, yang merupakan salah satu komponen utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di negara ini.

Konsumsi rumah tangga berkontribusi lebih dari 50% pada PDB, sehingga kebijakan yang mencegah peningkatan beban pajak dianggap vital untuk memastikan ekonomi terus berkembang. Namun, pihak-pihak serikat pekerja dan ahli kebijakan merasa peraturan tersebut harus dipertahankan dengan konsisten, termasuk menghentikan kenaikan pajak hasil tembakau, yang memiliki dampak luas terhadap kemampuan berbelanja dan industri yang bergantung pada tenaga kerja.

Ketua Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP RTMM-SPSI) Sudarto berpendapat bahwa moratorium kenaikan pajak hasil tembakau selama tiga tahun dapat membantu menjaga stabilitas pada situasi sosial dan ekonomi. Dia menekankan bahwa kenaikan pajak saat kemampuan berbelanja menurun dapat menyebabkan pemutusan hubungan kerja dan mengancam pekerjaan jutaan orang di sektor tembakau.

“Kami mengajukan permohonan agar kebijakan tahun depan juga meliputi penahanan kenaikan pajak rokok. Moratorium terhadap pajak hasil tembakau akan menjadi penyangga penting di tengah kemampuan berbelanja yang menurun dan angka pengangguran yang naik,” katanya, Senin (15/9/2025).

Selain serikat pekerja, ahli kebijakan juga mendukung ide untuk menghentikan peningkatan pajak dan mengusulkan peningkatan pengelolaan keuangan negara. Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Elizabeth Kusrini menilai kebijakan tersebut sensitif terhadap risiko sosial, namun tetap harus memastikan target penerimaan APBN tercapai.

“Menahan tarif tidak berarti kebijakan pasif, melainkan harus diimbangi dengan reformasi administrasi, penguatan data wajib pajak, dan tindakan anti-penghindaran agar penyerapan pajak tetap realistis,” ujarnya.

Kontribusi pajak hasil tembakau mencapai lebih dari 10% dari total penerimaan pajak negara, sehingga kebijakan terkait harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Menurut Elizabeth, penundaan kenaikan pajak hasil tembakau bisa membantu menjaga kemampuan berbelanja dan mengurangi risiko dagang rokok ilegal.

“Jika penindakan terhadap rokok ilegal diperkuat, potensi kehilangan penerimaan dapat diatasi tanpa harus segera menaikkan pajak,” katanya.

Kementerian Keuangan mencatat bahwa penerimaan pajak hasil tembakau tahun 2024 mencapai lebih dari Rp 230 triliun, menjadi salah satu penyumbang terbesar APBN. Namun, pemerintah juga menghadapi tantangan dalam menekan perdagangan rokok ilegal, yang diperkirakan nilainya mencapai puluhan triliun setiap tahunnya.

Dengan kebijakan pajak yang ditahan, pemerintah berharap dapat menyeimbangkan kebutuhan untuk menjaga kemampuan berbelanja, mendukung industri, dan tetap memastikan penerimaan negara tetap stabil.

Selama ini, pengguna rokok dan industri tembakau selalu menjadi target peningkatan pajak, namun pemerintah harus melihat dampaknya secara keseluruhan. Kebijakan yang tepat dapat membantu menjaga keseimbangan antara pendapatan negara dan kesejahteraan masyarakat.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan