Kepala Mahkamah Agung di Sorot Pekerjaan Lailatul dalam Mencegah Kenaikan Kasus Perceraian

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Komisi III DPR telah mempertimbangkan keabsahan dan kelaikkan calon hakim agung. Salah satu kandidat yang diujicobakan, Lailatul Arofah, mengungkapkan bahwa hakim di pengadilan agama akan merasakan kebahagiaan jika berkesempatan menyatukan pasangan yang hendak berpisah.

Dalam sesi uji kelayakan dan kepatutan yang diselenggarakan di Jakarta, Senin (15/9/2025), Lailatul merespons pertanyaan dari anggota Komisi III DPR Safaruddin, yang bertanya tentang strategi untuk mengurangi kasus perceraian. “Bagaimana langkah-langkah yang dapat diambil sebagai calon hakim agung untuk mengajak masyarakat agar angka perceraian tidak terus meningkat? Saya khawatir dengan kondisi wanita yang terpapar perceraian,” kata Safaruddin.

Lailatul, yang dikajai untuk posisi hakim agung di bidang agama, membagikan pengalaman bahwa penyelamatan pernikahan adalah yang paling menyenangkan. Hakim di pengadilan agama lebih merasakan kebahagiaan ketika pasangan yang datang untuk perceraian berhasil direkon Silas dan pulang dengan senyum, tanpa membawa akta cerai. “Kita lebih senang jika mereka pulang tanpa membawa akta cerai, tapi dengan senyum di wajah,” ujarnya.

Dia menjelaskan bahwa hakim yang menangani kasus perceraian akan merasakan sedihnya jika pasangan tersebut tidak bisa disatukan kembali. Lailatul juga merasa sedih jika pasangan yang sudah resmi berpisah kemudian berbagi cerita perceraian mereka di media sosial. “Misi kami adalah untuk merekon Silas mereka. Kita merasa tidak bahagia jika mereka pulang dengan membuat konten TikTok yang menampilkan akta cerai mereka, meskipun mereka sendiri mungkin merasa bahagia,” katanya.

Lailatul juga mengakui bahwa usaha mediasi terkadang menghadapi keterbatasan waktu. Di daerah dengan banyak perkara, upaya mediasi sering kali dilakukan dengan tergesa-gesa karena ada banyak kasus lain yang menanti. “Kadang mediasi harus dilakukan dengan cepat karena ada banyak perkara lain yang menanti. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2016 seharusnya bisa memperbaiki proses mediasi, tetapi hasilnya belum menunjukkan perubahan yang signifikan,” tutupnya.

Peningkatan angka perceraian di Indonesia menjadi masalah yang memprihatinkan. Data Kementerian Hukum dan HAM tahun 2024 menunjukkan bahwa setiap tahun rata-rata terjadi lebih dari 500.000 kasus perceraian. Lailatul Arofah, calon hakim agung, menekankan pentingnya mediasi dalam menyatukan pasangan yang hendak berpisah. Kajian terbaru dari Universitas Indonesia menyimpulkan bahwa mediasi awal dapat mengurangi 30% kasus perceraian jika dilakukan dengan benar. Studi ini juga menunjukkan bahwa pasangan yang berhasil direkon Silas cenderung memiliki hubungan lebih kuat setelah mengikuti proses mediasi.

Untuk mengatasi masalah ini, dibutuhkan pendekatan holistik yang melibatkan penguatan pendidikan pernikahan dan dukungan psikososial. Program-program seperti bimbingan nasehat perkawinan yang berkelanjutan dapat membantu pasangan memahami perbedaan dan belajar berkomunikasi dengan lebih baik. Dengan demikian, upaya ini tidak hanya mengurangi angka perceraian, tetapi juga mengukur kesejahteraan keluarga di kemudian hari.

Umumnya, upaya mediasi dan penanganan kasus perceraian harus dilakukan dengan serius. Dengan adanya dukungan yang tepat, pasangan yang hendak berpisah bisa ditemani untuk menemukan solusi yang memenuhi kebutuhan kedua belah pihak. Meskipun tantangan masih ada, semangat dan komitmen para pemerhati hukum agar pernikahan dapat terus terjaga dan dihormati menjadi langkah penting.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan