BPOM Menangkap Satu dari Sepuluh Produk Kesehatan dalam Negri Kembali

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

BPOM RI mengungkapkan keprihatinan terhadap jumlah produk kesehatan palsu atau ilegal yang masih beredar di Indonesia. Data menunjukkan bahwa sekitar 10% dari produk kesehatan, termasuk obat, kosmetik, dan bahan pangan, tidak memiliki izin resmi.

Menurut Kepala BPOM, Taruna Ikrar, dalam keterangan di Jakarta Pusat, Senin (15/9/2025), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa di negara berkembang, termasuk Indonesia, setidaknya sepersepuluh produk kesehatan yang beredar merupakan tiruan atau memiliki kualitas yang buruk. “Dengan jumlah produk yang memiliki nomor izin mencapai beberapa juta, angka ini menunjukkan bahwa sekitar 10% dari produksi tersebut tidak hanya palsu, tetapi juga tidak memenuhi standar kualitas,” kalinya.

Ikrar juga membagikan informasi bahwa pada tahun lalu, BPOM bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah menghapus sebanyak 309 ribu tautan di platform e-commerce yang menawarkan produk tidak layak. “Jika satu tautan dipakai oleh ratusan orang, Anda bisa menghitung dampak yang besar dari angka tersebut,” katanya dengan tegas.

Sebagai akibat dari peredaran produk ilegal ini, BPOM setiap tahunnya mengungkap ratusan kasus pelanggaran. “Pada tahun 2022, tercatat 262 perkara, tahun 2023 naik menjadi 263, dan tahun 2024 mencapai 282. Hingga saat ini, jumlah kasus kembali melonjak,” jelas Ikrar. “Ini bukan porque BPOM tidak bekerja, melainkan bukti bahwa tim kami giat dalam menangkap pelaku.”

Ikrar menegaskan bahwa BPOM RI tidak akan terus beroperasi dengan cara ‘pemadam kebakaran’, yaitu hanya bertindak setelah masalah terjadi. “Dampak dari produk ilegal ini tidak hanya berdampak pada kesehatan dan keselamatan masyarakat, tetapi juga merugikan ekonomi nasional kita.”


Selain membahas tentang produk kesehatan palsu, beberapa studi terkini juga menunjukkan bahwa penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) dapat menjadi solusi untuk mendeteksi produk ilegal secara lebih efisien. Contohnya, sebuah penelitian yang dipublikasikan pada tahun 2024 menunjukkan bahwa algoritma pemeriksaan otomatis mampu mengidentifikasi produk palsu dengan tingkat akurasi hingga 92%. Hal ini bisa menjadi alternatif untuk membantu BPOM dalam memantau dan memerangi kejahatan produk palsu.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu mendorong kolaborasi antara BPOM, industri, dan platform e-commerce agar pengawasan lebih ketat. Pemeriksaan yang rutin dan penggunaan teknologi terbaru akan membantu mengurangi peredaran produk pengganjal.

Tak hanya itu, educasi untuk masyarakat juga perlu ditekankan. Informasi tentang bahaya produk palsu harus disampaikan secara lebih luas agar konsumen lebih waspada. Dengan demikian, Indonesia bisa memastikan produk kesehatan yang beredar memenuhi standar dan aman untuk dikonsumsi.

Saat ini, tantangan terbesar adalah bagaimana BPOM bisa mengimbangi kecepatan perkembangan industri ilegal. Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat mengurangi dampak negatif dari produk palsu tersebut.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan