Pelajar Mengajukannya, Hak Politik Bukan Sandiwara

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Larangan yang berlaku membuat Raka merasa terbatas. Menurutnya, partisipasi generasi muda tidak hanya tentang mengikuti arus, tetapi juga menunjukkan kesadaran politik sejak usia muda. Ia menyoroti bahwa siswa memiliki pandangan tersendiri karena mereka langsung merasakan dampak kebijakan negara, seperti perubahan kurikulum atau kesulitan akses pendidikan berkualitas bagi semua lapangan. โ€œKami bukan hanya anak sekolah yang harus diam. Kami adalah bagian dari rakyat, dan suara kami memiliki nilai yang sama,โ€ katanya.

Raka yakin bahwa keberadaan suara generasi muda sangat penting karena kebijakan saat ini akan memengaruhi hidup mereka selama bertahun-tahun ke depan. Jika mereka tidak terlibat, keputusan akan terus dibuat tanpa memperhatikan kepentingan mereka. Oleh karena itu, meskipun tidak bisa beraksi secara fisik, ia tetap aktif berbagi infografis, opini, dan kutipan tajam dari pakar di media sosial pribadinya. Ia ingin menunjukkan bahwa pikiran mereka tetap bebas, meskipun dihalang oleh aturan sekolah dan rumah.

Namun, Raka juga tidak membutakan diri terhadap risiko yang ada. Ia sadar bahwa siswa sering dimanipulasi tanpa pemahaman yang mendalam. Ia menolak jika keterlibatan generasi muda hanya dianggap sebagai hiasan untuk kepentingan politik. โ€œJika ada yang melarang kami berpartisipasi, seharusnya negara memberikan ruang yang aman dan sehat untuk berbicara, bukan justru diamkan,โ€ katanya dengan tegas.

Dalam aksi di depan gedung DPR/MPR, sebanyak 169 pelajar ditangkap, tetapi sebagian besar dilepaskan karena umur mereka di bawah umur. Data Polda Metro Jaya menunjukkan peningkatan peserta pelajar setelah insiden 28 Agustus. Dari 51 persen pada 25 Agustus, angka itu naik menjadi 72 persen dalam beberapa hari berikutnya.

Menurut Prof. Dr. Faturochman, guru besar Psikologi UGM, partisipasi generasi muda ini bukan hanya euforia sementara. Ia menjelaskan bahwa mahasiswa dan Gen Z terlibat karena kekecewaan yang telah bertambah, bukan hanya tren. Anak muda sebenarnya tidak apatis, melainkan sangat peka terhadap isu keadilan sosial. Hal ini menunjukkan kebutuhan akan kanal partisipasi yang sehat, agar energi kolektif mereka tidak hanya berubah menjadi kemarahan.

โ€œKetika orang merasa kecewa dan tidak ada tanda perubahan, maka frustrasi akan menghasilkan perlawanan, dan ini adalah reaksi wajar dalam kehidupan sosial,โ€ katanya. Faturochman juga menekankan pentingnya relasi yang baik antara pemimpin dan rakyat, berdasarkan hormat. โ€œYang lebih dasar dari empati adalah rasa hormat. Rakyat memiliki potensi besar, dan ketika dihormati, kepercayaan akan tumbuh.โ€

Generasi muda memiliki peran penting dalam membentuk masa depan. Partisipasi mereka bukan hanya tren, tetapi juga tanggapan terhadap ketidakadilan yang mereka alami. Kebijakan yang memengaruhi hidup mereka seharusnya dipertimbangkan lebih matang. Keterlibatan aktif, baik melalui media sosial atau aksi nyata, menunjukkan bahwa mereka tidak hanya merasa kecewa, tetapi juga siap berjuang untuk perubahan yang lebih baik. Keberanian mereka dalam berdiri dan berbicara, meskipun dihadang oleh aturan, adalah tanda bahwa suara generasi muda harus dihargai dan didengarkan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan