Anggota Parlemen Malaysia Diancam dengan Video AI Pornografi dan Diminta Pembayaran Rp 1,6 Miliar

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Beberapa pejabat legislatif di Malaysia menjadi korban tindak kejahatan siber yang memanfaatkan video obscene yang dibuat dengan bantuan kecerdasan buatan (AI). Pelaku menyerang dengan cara mengirimkan surat elektronik yang berisi video palsu serta permintaan pencucian uang dalam jumlah besar, dengan ancaman video tersebut akan dipublikasikan jika tidak membayar.

Menurut laporan dari The Star, pada hari Minggu (14/9/2025), dua anggota parlemen, Mohammed Taufiq Johari dari Sungai Petani dan Mohd Najwan Halimi dari Dewan Kota Anggerik, mengungkap bahwa mereka menerima pesan ancaman yang berisi gambar yang disunting dan permintaan tebusan. Taufiq mengaku menerima email dari akun tidak dikenal pada Jumat (12/9), yang berisi video palsu dan permintaan sebesar USD 100.000, atau sekitar Rp 1,6 miliar, untuk menghentikan penyebarannya.

Dia telah melaporkan insiden ini ke Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia (MCMC) dan merencanakan untuk melaporkan ke pihak berwenang untuk penyelidikan lebih lanjut. Najwan, yang juga menjabat sebagai Ketua Komite Pemuda, Olahraga, dan Kewirausahaan Selangor, menyatakan bahwa dirinya juga menerima ancaman serupa melalui email yang dilampirkan dengan screenshot video palsu yang mirip dengan wajahnya. Pemerasa juga menuntut jumlah yang sama, dan Najwan telah melaporkan masalah ini kepada MCMC dan kepolisian.

Dua anggota parlemen lainnya, Datuk Seri Rafizi Ramli dari Pandan, Wong Chen dari Subang, dan Chan Foong Hin dari Kota Kinabalu, juga menjadi sasaran serangan serupa. Rafizi menerima screenshot video palsu dan kode QR untuk transaksi pembayaran, sementara kantor Chan mengajukan laporan ke MCMC setelah menerima email pemerasan. Wong Chen mengaku merasa tidak aman sebagai legislator sekarang dibandingkan ketika masih menjadi anggota parlemen oposisi di masa sebelumnya.

“Kenyataan bahwa upaya pemerasan ini sangat palsu dan dieksekusi dengan buruk, membuat saya semakin khawatir,” kata Wong. Penipuan ini menggunakan metode serupa, yakni memanipulasi video melalui AI, melampirkan screenshot palsu dalam email, dan menuntut pembayaran besar untuk menghentikan penyebaran materi palsu secara daring. Semua korban menolak untuk membayar dan memilih untuk melaporkan kejadian tersebut kepada otoritas terkait.

Dari peristiwa ini, terlihat bahwa ancaman kejahatan siber, khususnya yang melibatkan manipulasi AI, telah menjadi tantangan serius bagi pejabat publik. Penipuan ini memanfaatkan teknologi untuk mengancam dan memeras, menunjukkan betapa pentingnya keamanan siber dan kolaborasi antarpemerintah dalam menyikapi ancaman baru ini. Saat dunia semakin bergantung pada teknologi, terbukti bahwa keterampilan digital dan kesadaran kolektif akan kejahatan siber merupakan kunci utamanya.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan