Biak dan Morotai Menjadi Lokasi Strategis untuk Pusat Peluncuran Satelit Indonesia

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Indonesia sedang mempersiapkan diri untuk bermain di kancah luar angkasa global dengan inisiatif pembangunan pelabuhan antariksa. Dua lokasi yang sedang dipertimbangkan adalah Biak di Papua dan Pulau Morotai di Maluku Utara. Kedua tempat ini dianggap memiliki nilai strategis tinggi tidak hanya bagi kepentingan nasional tetapi juga untuk misi peluncuran satelit internasional.

Wahyudi Hasbi selaku Kepala Pusat Riset Teknologi Satelit BRIN mengungkapkan kelebihan geografis kedua lokasi tersebut. “Karena berada dekat garis khatulistiwa, peluncuran roket dari sini akan lebih hemat bahan bakar dibandingkan dari wilayah subtropis,” jelasnya dalam pembicaraan dengan detikINET saat peluncuran Satelit Nusantara Lima oleh PT Pasifik Satelit Nusantara di Orlando.

Faktor keamanan juga menjadi pertimbangan utama karena kedua lokasi memiliki jalur peluncuran yang mengarah ke laut lepas di sebelah timur dan utara, sehingga minim risiko terhadap pemukiman penduduk. Hasil penelitian awal BRIN (sebelumnya LAPAN) mengkonfirmasi potensi besar kedua wilayah ini sebagai pusat peluncuran satelit bertaraf internasional.

Meski demikian, proyek ambisius ini menghadapi beberapa kendala, terutama terkait aspek regulasi dan dampak lingkungan. BRIN berencana menerapkan standar keamanan internasional yang biasa digunakan negara-negara maju di bidang antariksa, seperti yang tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Bandar Antariksa yang sedang menunggu persetujuan presiden.

Untuk menyelesaikan persoalan tanah adat di Biak, BRIN akan bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah daerah sesuai dengan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua guna memastikan hak masyarakat adat tetap terlindungi.

Dukungan terhadap proyek ini juga datang dari Wayan Toni Supriyanto, Dirjen Infrastruktur Digital Kemenkominfo. Ia menekankan pentingnya regulasi yang mendukung efisiensi biaya. “Keunggulan lokasi di khatulistiwa harus dimanfaatkan secara optimal dengan regulasi yang tepat agar biaya peluncuran tetap kompetitif,” ujarnya.

Arnanto Nur Prabowo, Staf Khusus Menkominfo, menyatakan bahwa target operasional pelabuhan antariksa di Biak adalah tahun 2027 atau 2028. Proyek ini tidak hanya untuk kepentingan domestik tetapi juga melayani peluncuran satelit internasional, terutama untuk orbit rendah bumi (LEO). “Efisiensi peluncuran dari khatulistiwa memberikan keunggulan kompetitif yang signifikan,” tambahnya.

Di sektor swasta, Adi Rahman Aidwoso selaku CEO PT PSN menyatakan kesiapannya berinvestasi senilai USD 50 juta untuk proyek ini. Ia menghitung potensi penghematan mencapai USD 3,6 juta per peluncuran berkat efisiensi lokasi khatulistiwa. “Dari Biak, kita bisa meluncurkan muatan lebih berat dibandingkan dari lokasi lain dengan mesin yang sama,” paparnya.

Rudiantara, mantan Menkominfo dan Ketua Dewan Pembina ARIKSA, mengingatkan nilai historis Morotai yang pernah menjadi basis strategis Sekutu pada masa Perang Dunia II. “Kini kita bisa memanfaatkan lokasi strategis ini untuk pengembangan teknologi antariksa,” ujarnya.

Dengan proyeksi ekonomi antariksa global yang diperkirakan mencapai USD 1,8-2,3 triliun pada 2035 oleh World Economic Forum, proyek pelabuhan antariksa ini menjadi peluang besar bagi Indonesia untuk menjadi pemain utama di industri luar angkasa global. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat lokal akan menjadi kunci keberhasilan proyek yang tidak hanya bernilai strategis tetapi juga menjadi kebanggaan nasional ini.

Pembangunan bandar antariksa merupakan langkah transformatif yang menandai kemandirian teknologi Indonesia. Dengan posisi geografis yang unik dan potensi ekonomi luar biasa, kesuksesan proyek ini akan membuka berbagai peluang baru dan menempatkan Indonesia sebagai pusat inovasi antariksa di kawasan. Momentum ini harus dimanfaatkan dengan sinergi semua pihak untuk mewujudkan visi besar tersebut.

Baca juga Info Gadget lainnya di Info Gadget terbaru

Tinggalkan Balasan