Serangan Israel ke Pejabat Hamas di Qatar: Pemerintah Palestina Menuduh AS Terlibat

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kelompok Hamas mengaku Amerika Serikat (AS) ikut campur tangan dalam serangan Israel yang menewis para pejabat dan negosiator mereka di Qatar. Menurut Hamas, serangan itu merupakan upaya untuk menghancurkan seluruh proses perundingan gencatan senjata di Gaza yang baru saja dimulai kembali beberapa minggu terakhir.

Serangan udara Israel yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap wilayah Qatar pada hari Selasa (9 September 2025) waktu setempat berhasil mengalahkan keamanan yang lama terpelihara dan mengganggu perundingan gencatan senjata Gaza yang sedang berlangsung. Serangan itu justru menambah ketegangan di wilayah yang sudah lama terpapar konflik.

Pejabat Hamas, Fawzi Barhoum, mengatakan dalam pernyataannya, “Kejahatan ini adalah… pembunuhan terhadap seluruh proses negosiasi dan penargetan yang disengaja terhadap peran saudara-saudara kita yang melakukan mediasi di Qatar dan Mesir.” Barhoum juga menuding AS, sekutu dekat Israel, sebagai “kaki tangan penuh” dalam serangan itu.

Sementara itu, Gedung Putih menyatakan Presiden Donald Trump tidak setuju dengan keputusan Israel untuk melancarkan serangan militer di Qatar, sekutu AS di Timur Tengah. Trump mengaku tidak diberitahu terlebih dahulu oleh Israel. Ketika mengetahui rencana serangan, ia langsung memerintahkan utusannya untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, untuk segera memberitahu Qatar, tapi serangan sudah terjadi.

Militer Israel mengaku serangan mereka menargetkan para pemimpin senior Hamas di Doha, ibu kota Qatar. Namun Hamas membantah dan mengatakan para pejabat tingginya berhasil selamat. Dalam serangan itu, lima anggota Hamas tewas, termasuk Hamam (putra negosiator utama Khalil al-Hayya), Jihad Labad (direktur kantor al-Hayya), dan tiga pengawal Hamas: Ahmad Mamlouk, Abdallah Abdelwahd, dan Mumen Hassoun.

Otoritas Qatar juga menambahkan bahwa salah satu kopral militernya, Badr Saad Mohammed al-Humaidi al-Dosari, juga menjadi korban. Barhoum menuturkan dalam pernyataannya bahwa istri dan menantu al-Hayya, serta cucu-cucunya, mengalami luka-luka dalam serangan yang menargetkan kompleks tempat tinggal sang negosiator utama Hamas.

Perdana Menteri Qatar, Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, dalam wawancara dengan CNN pada hari Rabu (10 September), mengatakan dirinya tidak dapat memastikan nasib al-Hayya setelah serangan Israel. Al-Hayya tidak terlihat dalam pemakaman para korban yang digelar di Doha, termasuk putranya.

Pemakaman itu dilaksanakan dengan pengamanan ketat di sekitar masjid yang menjadi tempat salat jenazah. Para pemimpin Qatar, termasuk Al Thani, hadir bersamaan dengan para pelayat. Tayangan langsung dari televisi lokal Qatar menunjukkan satu peti mati diselimuti bendera nasional Qatar dan lima peti mati lainnya dengan bendera Palestina.

Kementerian Dalam Negeri Qatar secara terpisah menyatakan bahwa jenazah para korban akan dimakamkan di Pemakaman Mesaimeer setelah seremoni pemakaman digelar di Masjid Sheikh Mohammed bin Abdul Wahhab.

Tidak ada data riset terbaru yang relevan tentang insiden ini. Namun, insiden ini menunjukkan betapa rumitnya situasi di Timur Tengah, di mana intervensi luar negeri dapat memengaruhi proses perdamaian yang rawan. Kasus ini juga mengingatkan kita betapa pentingnya komunikasi yang jelas antara negara-negara sekutu dalam menghadapi krisis internasional. Analisis unik dapat dilakukan terhadap dampak serangan ini terhadap stabilitas regional dan langkah-langkah diplomasi yang akan diambil selanjutnya.

Krisis ini mengungkap betapa pentingnya pengendalian emosi dan strategi diplomasi yang matang dalam menghadapi konflik. Serangan ini bukan hanya merusak upaya gencatan senjata, tetapi juga menunjukkan betapa kompleks hubungan antara Israel, Hamas, dan negara-negara pengmedi seperti Qatar. Insiden ini juga menekankan pentingnya peran Amerika Serikat dalam menjaga stabilitas di Timur Tengah, meskipun posisi mereka sering kali diperdebatkan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan