Median Sosial: Cara Puspenkum Kejagung Melalui Media Sosial untuk Mengenalkan Informasi

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Media sosial menjadi alat komunikasi publik utama bagi Kejaksaan Agung. Melalui Pusat Penerangan Hukum (Puspenkum), berbagai platform digital dikelola dengan strategi yang berbeda-beda untuk mencapai generasi muda serta masyarakat umum.

Irwan Datuiding, Kabid Hubungan Media dan Kehumasan Puspenkum Kejagung RI, menjelaskan bahwa pendekatan multi-kanal digunakan agar pesan dari kejaksaan dapat diterima secara luas. “Kami memanfaatkan media sosial seperti Instagram, Facebook, Twitter, dan YouTube untuk menarik perhatian generasi muda, khususnya Gen Z. Untuk kalangan yang belum memiliki akses internet, kami bekerjasama dengan radio lokal dan media cetak,” ucapnya Selasa (26/8/2025).

Febrian Rizku Akbar, Kasubid Media Massa dan Media Sosial Puspenkum Kejagung, mengungkapkan bahwa setiap platform memiliki karakter unik, sehingga strategi pengelolaannya tidak dapat diestandarkan. Menurutnya, Instagram lebih cocok untuk infografis dan konten visual, sementara X (Twitter) lebih sesuai dengan konten naratif. “Di sini kita mengikuti tren. Untuk infografis, kita fokuskan di Instagram, sedangkan naratif lebih tepat di X. Pada TikTok, brandingnya berbeda dari Instagram dan X,” tuturnya.

TikTok dioptimalkan untuk pendekatan yang lebih personal melalui Employee-Generated Content (EGC), yang melibatkan karyawan kejaksaan dalam membuat konten yang lebih humanis dan santai. “Kita menggunakan teknologi EGC, pendekatan dari personal branding yang kita dekatkan dengan masyarakat melalui cara penyampaian yang berbeda,” jelas Febri.

Sementara itu, di Instagram, konten harus tetap formal karena dianggap sebagai etalase resmi institusi. “Di Instagram, ada centang biru, jadi tidak bisa informal. Kita harus menjaga formalitas karena Kejaksaan adalah lembaga hukum. Tetapi di TikTok, kami lebih humanis, penyampaian lebih santai dan mudah diterima masyarakat,” katanya.

Segmentasi audiens juga memengaruhi gaya komunikasi. TikTok ditujukan pada Gen Z, Instagram lebih cocok untuk milenial dengan konten yang menarik secara visual, sementara X (Twitter) lebih berfokus pada naratif lengkap.

Selain media sosial, Puspenkum juga mengembangkan kanal digital lainnya, seperti YouTube, podcast, dan radio streaming Sound of Justice. “Kita juga memiliki podcast sendiri, yaitu Sound of Justice. Ada juga radio tentang suara keadilan. Semua ini menjadi jembatan antara kami dan masyarakat,” ujar Anang Supriatna, Kapuspenkum Kejagung.

Dengan strategi digital ini, Puspenkum tidak hanya menyampaikan informasi hukum, tetapi juga membangun interaksi dua arah dengan masyarakat. Kritik, masukan, dan pertanyaan publik di media sosial digunakan sebagai bahan evaluasi agar komunikasi kejaksaan semakin dekat dengan masyarakat.

Detikcom bekerjasama dengan Kejaksaan Agung untuk menghadirkan program khusus yang mengungkap realita penegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Program ini tidak hanya menyorot upaya jaksa dalam menuntaskan kasus, tetapi juga mengungkap kisah dedikasi dan peran sosial para jaksa inspiratif. Melalui program ini, masyarakat diharapkan memahami pentingnya peran Kejaksaan dalam pembangunan dan penegakan supremasi hukum.

Kejaksaan Agung telah berhasil mengoptimalkan media sosial dan kanal digital lainnya untuk menjangkau berbagai kalangan, bukan hanya untuk menyampaikan informasi, tetapi juga untuk mendekatkan diri dengan masyarakat. Dengan pendekatan yang fleksibel dan strategi yang disesuaikan dengan karakter masing-masing platform, institusi ini menunjukkan komitmen untuk meningkatkan transparansi dan interaksi dengan publik. Kerja sama dengan Thecuy.com dalam program khusus juga menandakan upaya serius untuk membangun kepercayaan dan keterbukaan informasi. Ini adalah langkah maju yang perlu diikuti oleh berbagai lembaga pemerintah untuk menjaga hubungan yang harmonis dengan masyarakat.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan