Investigasi Terbaru Soal Isu Tom Lembong dan Hotman Paris

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pengacara Hotman Paris Hutapea seringkali menyebutkan nama mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dalam berbagai kasus yang dibelanya. Misalnya, dalam kasus korupsi impor gula dan korupsi pengadaan laptop. Tom Lembong pernah divonis 4,5 tahun penjara karena kerugian negara sebesar Rp 194 miliar pada PT PPI, BUMN terkait impor gula. Namun, hakim tidak menuntut ganti rugi terhadapnya. Vonis itu kemudian dibandingkan oleh Tom.

Permohonan banding Tom disetujui pada Juli 2025, dan akhirnya ia dibebaskan dari Rutan Cipinang pada 1 Agustus karena menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto. Keputusan ini membuat proses peradilan terhadapnya dihentikan.

Hotman pernah meminta penundaan sidang kasus korupsi gula yang melibatkan Tony Wijaya, Direktur Utama PT Angels Products, karena menunggu keputusan dari Kejaksaan Agung. Namun, permintaan itu ditolak oleh hakim. Dalam sidang terbaru, Hotman kembali mengaitkan kasus Tony dengan vonis Tom Lembong, menyatakan bahwa dakwaan terhadap Tom salah total. Menurutnya, PT PPI membeli gula dari perusahaan swasta, bukan petani, sehingga tidak terjadi kerugian negara.

Hotman juga membela Nadiem Makarim, mantan Menteri Pendidikan dan Teknologi, dalam kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook. Ia menegaskan bahwa tidak ada bukti Nadiem menerima uang atau melakukan korupsi. Hotman menyamakan situasi ini dengan kasus Tom Lembong, mengatakan bahwa kedua kasus memiliki kesamaan dalam tidak adanya bukti kejahatan.

Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPKP) telah mengaudit dua kali pengadaan laptop era Nadiem di 22 provinsi dan tidak menemukan pelanggaran. Selain itu, Hotman juga menjelaskan bahwa prosedur pengadaan laptop dilakukan dengan transparan melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Pengacara Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, membantah perbandingan Hotman. Menurutnya, kasus Nadiem berbeda dengan kasus Tom Lembong. Niat jahat Nadiem dalam kasus korupsi laptop harus dibuktikan dalam persidangan, bukan hanya berdasarkan asumsi.

Kasus-kasus ini menunjukkan betapa kompleks hukum korupsi di Indonesia, di mana bukti dan prosedur menjadi faktor utama dalam menetapkan kejahatan. Setiap kasus memiliki detail unik yang harus dianalisis secara mendalam untuk memahami kebenarannya.

Korupsi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan. Penting bagi semua pihak untuk tetap transparan dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip hukum yang adil. Dalam setiap perkara, bukti dan fakta harus menjadi dasar utama, bukan hanya opini atau asumsi. Hanya dengan demikian, keadilan dapat terwujud dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan dapat dipulihkan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan