Tantawayah Pancasila: Kenapa Indonesia Kalah Jauh dari Negara Komunis?

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) terkait Rancangan Undang-Undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP). Dalam acara tersebut, seorang anggota legislator dari fraksi Golkar membahas tentang kemunduran kemajuan Indonesia dibandingkan negara-negara lain seperti China dan Vietnam.

Rapat ini dihadiri oleh tokoh agama, Habib Muksin Alatas, pada Kamis, 11 September 2025. Firman Subagyo, anggota Badan Legislasi Fraksi Golkar, memaparkan situasi saat ini di Indonesia. Menurutnya, demonstrasi yang terjadi sebelumnya adalah tanda ketidakpuasan rakyat atas ketidakadilan yang dialami.

“Kita akan mencoba menyelidiki lebih dalam tentang fakta dan kenyataan terkini, terutama tentang kondisi negara yang menyebabkan demonstrasi massal. Rakyat merasa tidak merasakan keadilan di berbagai wilayah republik,” ujar Firman saat rapat di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (11/9/2025).

Firman juga mengkritik adanya kelompok elite yang menguasai banyak lahan di Indonesia, yang menurutnya menjadi salah satu penyebab kesenjangan sosial. Selain itu, ia menyentuh masalah pemerataan pendapatan yang masih menjadi isu besar di negara ini. Firman memuji visi Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pembangunan dari desa sebagai dasar perbaikan.

“Pembangunan dari desa adalah dasar yang sangat penting. Negara-negara sosialis komunis seperti China dan Vietnam, yang sebelumnya dianggap sebagai musuh bersama, kini sudah lebih maju dan sejahtera. Padahal kita punya ideologi Pancasila, tapi ketinggalan jauh. Ini fakta yang harus kita tanggapi dengan serius,” kata Firman.

Firman juga membandingkan kemajuan teknologi China dengan Indonesia. Menurutnya, perbedaan teknologi antara kedua negara sudah sangat signifikan. “China sekarang sudah maju dengan pesat. Saya pernah berkunjung ke Guangzhou pada tahun 90-an, ketika itu masih terbilang terlambat. Namun, sekarang Guangzhou sudah seperti kota Eropa. Kita ketinggalan jauh dalam hal teknologi, terutama di bidang mobil listrik.”

Selain itu, Firman juga mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap digitalisasi di bidang pendidikan. Menurutnya, buku konvensional lebih baik digunakan di sekolah daripada perangkat digital, karena banyak anak yang malah menggunakannya untuk mengakses konten negatif.

“Saya lebih menyukai buku konvensional karena tidak semua rumah memiliki smartphone. Anak-anak yang punya smartphone biasanya menggunakannya untuk membuka situs-situs yang tidak bermanfaat,” tambahkan Firman.

Pembangunan dari dasar, terutama di desa, menjadi kunci utama untuk mengimbangi kemajuan negara-negara lain. Indonesia memiliki ideologi Pancasila, tetapi perlu lebih giat dalam menerapkannya agar dapat mencapai kesetaraan dengan negara-negara maju lainnya. Meskipun ketinggalan teknologi masih menjadi isu, upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pemerataan sosial harus dilakukan secara serius. Inilah langkah awal menuju Indonesia yang lebih maju dan adil.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan