KPPU Akan Memeriksa Berkas Kasus Kartel Bunga Pinjol Minggu Depan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) telah menggelar sidang tambahan terkait Perkara Nomor 05/KPPU-I/2025 yang menduga pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Kasus ini berhubungan dengan layanan pinjam-meminjam uang atau fintech P2P lending. Langkah berikutnya dalam proses ini adalah peninjauan dokumen yang telah diajukan oleh perusahaan pinjol yang dituduh.

Dalam sidang tersebut, 97 perusahaan P2P lending telah mengirimkan berkas ke KPPU. Dokumen tersebut berisi tanggapan terhadap dugaan pelanggaran yang melibatkan batas bunga pinjaman online hingga 0,8% dan 0,4% di beberapa perusahaan. “Semuanya, baik dalam bentuk hard copy maupun soft copy, sudah diserahkan sebelum sidang dihadirkan kepada kami. Hanya 19 perusahaan yang memberikan penjelasan lisan. Kini, kita melakukan pemeriksaan dokumen yang menjadi lampiran tanggapan dari perusahaan yang dilaporkan. Mereka membantah atau merespon laporan dugaan pelanggaran (LDP) dengan menyertakan bukti,” kata salah satu penyelidik KPPU, Arnold Sihombing, di kantor KPPU, Jakarta, Kamis (11/9/2025).

Selain itu, beberapa perusahaan pinjol juga menanyakan peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam persidangan ini. Arnold menjelaskan bahwa keputusan untuk memasukkan OJK dalam sidang tergantung pada hasil rapat anggota KPPU. “Itu hak pembelaan mereka (perusahaan pinjol yang dilaporkan). Karena yang menentukan ini jadi terlapor, ini perkara ‘I’, kode ‘I’ berarti inisiatif dari KPPU. Artinya, seluruh perkara, keputusan akhirnya diambil dalam rapat komisi,” tambahnya.

Setelah pemeriksaan dokumen selesai, KPPU akan melakukan musyawarah untuk memutuskan apakah proses persidangan akan dilanjutkan. Arnold juga mengungkapkan bahwa OJK dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) akan terlibat dalam sidang selanjutnya, meskipun peran mereka sebagai ahli atau saksi masih akan ditentukan oleh majelis. “Tetapi apakah sebagai ahli atau saksi, biar majelis yang memutuskan. Pastikan, OJK dan AFPI akan hadir. Ini juga sebagai langkah kejelasan dalam mengumpulkan bukti,” tutupnya.

Penyelidikan atas perusahaan P2P lending telah menunjukkan tren peningkatan dalam kasus pelanggaran. Seiring dengan perkembangan teknologi dan aksesibilitas layanan keuangan online, penting bagi regulator untuk memastikan adanya ketelusuran dalam praktik pinjaman digital. Studi kasus seperti ini menunjukkan bahwa kolaborasi antara KPPU, OJK, dan asosiasi industri menjadi kunci untuk menjaga stabilitas pasaran finansial.

Menghadapi tantangan ini, industri fintech harus lebih transparan dalam operasionalnya. Keberadaan regulasi yang jelas dan penegakan hukum yang konsisten akan mendukung perkembangan sektor ini secara berkelanjutan. Hal ini tidak hanya melindungi konsumen, tetapi juga membina kepercayaan agar layanan fintech dapat terus berkembang.

Kasus ini mengingatkan pada pentingnya kesadaran bersama dalam menjaga etika dan hukum dalam industri fintech. Dengan kerjasama antara regulator, perusahaan, dan konsumen, sector ini dapat tumbuh secara sehat dan berkelanjutan untuk masa depan yang lebih baik.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan