Himpunan Mahasiswa Pertanian Indonesia Jawa Barat Desak Reformasi Tunjangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Berbasis Evaluasi Kinerja

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Bandung – Himpunan Mahasiswa Persis Jawa Barat menarik perhatian masyarakat atas pengelolaan dana anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat. Ketua PW Hima Persis Jawa Barat, Riyan Hidayatullah, menyoroti bahwa besarnya pendapatan anggota DPRD tak seimbang dengan kondisi ekonomi masyarakat yang saat ini sulit.

Perbedaan ini semakin memperluas celah kesenjangan antara rakyat dan wakil-wakilnya di DPRD. Riyan menyebut, hal ini membuat masyarakat merasa tertipu. Data yang diaungkapkan menunjukkan total alokasi gaji dan tunjangan anggota DPRD Jawa Barat mencapai Rp177,4 miliar untuk 120 orang anggota.

Setiap anggota DPRD Provinsi Jawa Barat menerima sekitar Rp123 juta per bulan. Angka ini mengejutkan jika dibandingkan dengan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2025 yang hanya sebesar Rp2,1 juta per bulan. Inilah yang membuat pendapatan seorang anggota DPRD hampir 60 kali lipat dari UMP.

Pendapatan tersebut terdiri dari gaji pokok dan berbagai macam tunjangan. Meskipun gaji pokok tiap anggota dewan relatif kecil, namun komponen tunjangan yang banyak menambah nilai yang signifikan. Dalam APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2025, tunjangan DPRD provinsi meliputi tunjangan alat kelengkapan lainnya sebesar Rp42,5 miliar, tunjangan komunikasi intensif pimpinan dan anggota sebesar Rp30,2 miliar, uang paket DPRD sebesar Rp379,9 juta, jaminan kecelakaan kerja sebesar Rp51,8 juta, uang jasa pengabdian sebesar Rp30,3 miliar, tunjangan keluarga total Rp759,7 juta, pembayaran PPh kepada bendahara DPRD sebesar Rp610,8 juta, hingga jaminan kematian sebesar Rp93,6 juta. Ada pula berbagai pos lain yang menambah jumlah total tersebut.

Riyan Hidayatullah menggarisbawahi ironi dalam kondisi saat ini. Sementara rakyat Jawa Barat masih berjuang dengan harga kebutuhan pokok yang tinggi, biaya pendidikan yang mahal, pengangguran terbuka yang mencapai jutaan jiwa, serta ketimpangan pembangunan antarwilayah, anggota DPRD menikmati pendapatan yang sangat besar. Ia juga menyinggung maraknya kasus bunuh diri dan gizi buruk di beberapa daerah yang disebabkan oleh masalah ekonomi.

Data riset terbaru menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan ini bukan hanya terjadi di Jawa Barat, tetapi juga di berbagai daerah lainnya. Studi kasus dari beberapa provinsi menunjukkan bahwa anggota DPRD seringkali memiliki pendapatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rakyat jelata. Ini menimbulkan pertanyaan serius tentang transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik.

Analisis unik dan simplifikasi: Perbedaan pendapatan antara anggota DPRD dan rakyat jelas memunculkan ketidakadilan sosial. Masyarakat memerlukan penjelasan yang jelas tentang penggunaan dana publik, terutama dalam keadaan ekonomi yang sulit seperti saat ini. Kejelasan dalam pengelolaan dana DPRD akan membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institut demokratis.

Ketimpangan sosial ini perlu segera ditangani dengan kebijakan yang tepat. Pemerintah daerah dan DPRD harus bekerja sama untuk mengurangi celah kesenjangan ini. Langkah-langkah konkret seperti peningkatan transparansi, evaluasi regulasi tunjangan, dan pengedaran manfaat ekonomi yang lebih merata dapat menjadi solusi.

Dari permasalahan ini, kita dapat memahami pentingnya akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik. Masa depan yang lebih adil dan sejahtera bagi seluruh masyarakat menjadi tanggung jawab bersama.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan