Manufaktur di Amerika Serikat Terjadi Kesulitan Karena Kenaikan Tarif

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengaku bahwa tarif impor tinggi yang diterapkan olehnya akan mendukung pembangunan kembali industri manufaktur di negara tersebut. Sayangnya, upaya tersebut belum berhasil meningkatkan jumlah lapangan kerja di Amerika Serikat.

Bukan hanya tingkat perekrutan yang masih merosot, tetapi industri yang paling terkena dampak tarif ini juga telah mengalami penurunan jumlah pegawai. Kebalikan dari hasil yang diharapkan oleh pemerintah Amerika Serikat.

Data terbaru dari Kepala Ekonom Apollo Global, Torsten Slok, menunjukkan bahwa pertumbuhan lapangan kerja dalam sektor manufaktur, konstruksi, dan transportasi mengalami penurunan setelah Trump memulai perang dagang pada musim semi tahun ini.

Hasil penelitian Slok mengungkapkan bahwa sektormerkini mengalami penurunan lapangan kerja setelah beberapa tahun mengalami peningkatan. Pada periode tiga bulan terakhir, terjadi penurunan dalam pertumbuhan pekerjaan.

Analisis ini didasarkan pada data ketenagakerjaan triwulanan dari Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika Serikat. Sementara itu, industri yang tidak terkena tarif tetap mengalami peningkatan lapangan kerja, meskipun dengan laju yang lebih rendah dibandingkan sebelum perang dagang dimulai.

“Dampak tarif terhadap perekrutan kini sudah jelas. Kebangkitan manufaktur dan lonjakan perekrutan tidak terjadi,” kata Joe Brusuelas, kepala ekonom di RSM, dalam wawancara dengan CNN Business.

Data pekerjaan bulan Agustus yang dirilis beberapa hari yang lalu menunjukkan bahwa lapangan kerja dalam sektor manufaktur telah menurun selama empat bulan berturut-turut. Menurut data Bureau of Labor Statistics (BLS), industri manufaktur AS memiliki 78.000 lapangan kerja yang lebih sedikit dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Meskipun demikian, beberapa ekonom menyatakan bahwa strategi perdagangan yang tidak konsisten dari pemerintahan Amerika Serikat justru berdampak negatif. Pertama, menyebabkan ketidakpastian yang besar bagi perusahaan, sehingga mereka enggan merekrut pegawai baru. Kedua, kenaikan tarif impor bahan baku utama seperti baja, aluminium, dan tembaga telah menaikkan biaya produksi bagi perusahaan AS.

“Ternyata ekonom benar bahwa perang dagang akan mengakibatkan pertumbuhan yang lebih lambat dan penurunan lapangan kerja,” tambah Brusuelas.

Penurunan lapangan kerja dalam industri terkena tarif juga telah memengaruhi perekrutan di seluruh perekonomian Amerika Serikat. Data JPMorgan melaporkan bahwa laju pertumbuhan lapangan kerja telah melambat menjadi hanya 29.000 selama tiga bulan terakhir, turun dari 105.000 pada periode sebelumnya. Tingkat pengangguran tetap rendah, tetapi telah naik dari 4,1% pada bulan Juni menjadi 4,3% pada Agustus, angka tertinggi sejak akhir tahun 2021.

Kepesimisan masyarakat Amerika Serikat tentang prospek pekerjaan baru juga semakin mencerminkan kondisi ekonomi saat ini. Data survei yang dirilis minggu ini menunjukkan bahwa konsumen hanya berharap ada 45% peluang untuk mendapatkan pekerjaan baru, turun dari 51% pada bulan Juli. Ini adalah angka terendah sejak survei diluncurkan pada tahun 2013, dan jauh lebih rendah daripada sebagian besar masa jabatan pertama Trump. Penurunan ekspektasi ini paling dirasakan oleh individu dengan pendidikan terakhir SMA.

Terbaru, hasil penelitian dari Institut Ekonomi Internasional menambahkan bahwa pengaruh tarif impor tinggi juga telah mengurangi investasi asing langsung ke Amerika Serikat. Investasi dari negara-negara mitra dagang utama seperti Tiongkok dan Uni Eropa telah berkurang sejak tarif diberlaku.

Analisis lain dari Bank Dunia menunjukkan bahwa industri manufaktur AS mengalami penurunan produktivitas hingga 15% setelah kenaikan tarif. Hal ini karena perusahaan harus menghadapi biaya produksi yang lebih tinggi dan ketidakpastian pasar yang lama.

Studi kasus dari sebuah perusahaan otomotif besar di Detroit menunjukkan bahwa mereka telah mengurangi produksi karena kenaikan harga baja dan aluminium. Hal ini menyebabkan penutupan pabrik dan pengurangan tenaga kerja yang signifikan.

Keadaan ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas strategi perdagangan Trump. Meskipun tujuannya adalah membangun kembali industri manufaktur, dampak negatif terhadap lapangan kerja dan ketidakpastian pasar justru menjadi tantangan besar.

Pemerintah AS perlu mengevaluasi kembali strategi tarif dan menyesuaikannya dengan kondisi ekonomi yang terus berubah. Investasi dalam pendidikan dan pelatihan ketenagakerjaan juga perlu diperkuat untuk mempersiapkan tenaga kerja dalam menghadapi tantangan industri masa depan.

Sementara itu, masyarakat dan investor harus siap menjalani perubahan ini dengan mengembangkan keterampilan yang lebih fleksibel dan mencari peluang di sektor lainnya yang masih memiliki prospek pertumbuhan.

Kondisi ini mengingatkan kita bahwa kebijakan perdagangan harus diimbangi dengan pertimbangan sosial dan ekonomi yang holistik. Tanpa perencanaan yang matang, upaya untuk membangun kembali industri bisa justru memperparah krisis ekonomi yang sudah ada.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan