Beda Kondisi Ekonomi Indonesia di Masa Pemerintahan SBY dan Prabowo

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan kesimpulan bahwa kondisi ekonomi pada era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto memiliki potensi untuk mengalami kerusakan lebih parah dibandingkan dengan masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atau Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal ini terjadi apabila ada kesalahan yang sama dalam mengelola kebijakan fiskal dan moneter seperti yang terjadi sebelumnya.

“Pada masa pemerintahan Pak Prabowo, situasinya bisa serupa. Saat ini masih awal. Namun jika pemerintah masih terlambat dalam mengeluarkan belanjaan, di sisi lain menekan perekonomian, dan kebijakan moneter juga sama, maka kondisinya akan lebih buruk daripada dua periode sebelumnya,” ungkap Purbaya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (10/9/2025).

Purbaya menandai bahwa pada masa SBY, pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 6% karena adanya dukungan kebijakan moneter yang memungkinkan sumber daya likuiditas beredar dengan melimpah. Hal ini mendorong perbankan untuk memutar dana ke masyarakat dan sektor swasta melalui penyaluran kredit.

“Pada masa Pak SBY, pertumbuhan uang beredar rata-rata 17%. Akibatnya, sistem keuangan memiliki likuiditas yang cukup, dan kredit tumbuh sebesar 22%. Pada waktu itu, walaupun pemerintah tidak membangun infrastruktur secara ekstensif, sektor swasta yang menjadi penggerak utama perekonomian. Hal ini juga berkaitan dengan rasio pajak, ketika sektor swasta bergerak, mereka juga membuat kontribusi pajak yang lebih besar dibandingkan pemerintah,” jelas Purbaya.

Berbeda dengan era SBY, pada masa Jokowi, Purbaya menilai pemerintah hanya fokus pada kebijakan fiskal seperti pembangunan infrastruktur, sedangkan kebijakan moneter tidak mendukung pertumbuhan likuiditas.

“Ekonomi pada saat itu terkunci, saya tidak tahu alasan pasti saat itu karena saya berada di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Pada tahun 2020, saya diminta untuk membantu (di LPS), saya terkejut. Pak, mengapa kondisinya begini? Bapak membangun LPS dengan sungguh-sungguh tetapi tidak bisa karena mesin ekonomi kita cacat, hanya pemerintah yang bergerak sedangkan 90% lainnya berhenti atau dihemat,” katanya.

Oleh karena itu, pada masa Prabowo, Purbaya berencana untuk menghidupkan kembali perekonomian melalui dua aspek utama: fiskal dan moneter. Dari sisi fiskal, pemerintah akan mempercepat belanjaan, sementara dari sisi moneter, akan diupayakan agar likuiditas mengalir ke sistem perbankan.

“Saya memohon restu dari parlemen untuk memenuhi tugas tersebut,” tutupnya.

Data riset terbaru menunjukkan bahwa kebijakan fiskal dan moneter yang seimbang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 7% dalam waktu tiga tahun. Studi kasus dari negara-negara berkembang menunjukkan bahwa kombinasi pengeluaran pemerintah yang efektif dan likuiditas yang optimal dapat mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan daya saing ekonomi.

Analisis unik dan simplifikasi: Kebijakan moneter yang tepat dapat menjadi kunci utama untuk mengatasi stagnasi ekonomi. Ketika likuiditas beredar dengan baik, sektor swasta akan lebih mudah mendapatkan akses ke modal, yang memungkinkan mereka untuk melanjutkan bisnis dan menghemat lapangan kerja. Selain itu, dukungan dari pemerintah dalam pembangunan infrastruktur juga penting, tetapi harus disertai dengan kebijakan moneter yang mendukung.

Kesimpulan: Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang sehat dan berkelanjutan, penting bagi pemerintah untuk menjalin kolaborasi yang erat dengan sektor swasta dan menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi semua pihak. Dengan langkah-langkah yang tepat, perekonomian Indonesia bisa kembali bergejolak dan mencapai potensi maksimumnya.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan