Tunjangan Rumah DPRD DKI Jakarta Menjadi Perhatian Masyarakat

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Tunjangan perumahan anggota DPR pernah menjadi perhatian publik karena diperkirakan terlalu besar, bahkan menjadi salah satu alasan aksi demonstrasi yang berakhir kericuhan. Sekarang, perhatian beralih pada tunjangan rumah anggota DPRD DKI Jakarta sebesar Rp 70 juta, yang juga menjadi ciblek massa dalam aksi unjuk rasa.

Sebelumnya, demonstrasi di Jakarta dan beberapa kota lain menyerukan berbagai tuntutan, termasuk perhatian pada tunjangan rumah anggota DPR. Isu tersebut mencapai puncaknya saat “17+8 tuntutan Rakyat” diserahkan oleh Kolektif 17+8 Indonesia Berbenah, yang terdiri dari Abigail Limuria, Andovi da Lopez, Jerome Polin, Andhyta F Utami, Fathia Izzati, dan Jovial da Lopez, di Gerbang Pancasila, Senayan, Jakarta, pada Kamis (4/9).

Respon dari pimpinan DPR dan sejumlah fraksi di DPR telah mengakui sejumlah tuntutan masyarakat. Di antaranya, DPR setuju untuk menghentikan tunjangan perumahan anggota DPR, mematuhi moratorium kunjungan kerja ke luar negeri kecuali undangan resmi negara, memangkas beberapa tunjangan dan fasilitas anggota DPR, tidak memberikan bayaran kepada anggota DPR yang dinonaktifkan, serta berkomitmen untuk transparansi dan partisipasi publik.

Sekarang, perhatian beralih pada tunjangan perumahan anggota DPRD DKI Jakarta. Pada Kamis (4/9) lalu, Aliansi Mahasiswa Peduli Sosial dan Demokrasi (AMPSI) menggelar aksi di depan DPRD DKI untuk meminta transparansi terhadap gaji dan tunjangan rumah anggota DPRD DKI Jakarta. Massa juga mendesak agar BUMD di Jakarta diaudit secara menyeluruh.

Tiga poin utama tuntutan massa dalam aksi tersebut adalah:

  1. Meminta transparansi dan evaluasi gaji serta tunjangan DPRD DKI Jakarta, yang dianggap lebih besar dibandingkan dengan DPR RI.
  2. Menuntut penurunan atau bahkan penghapusan tunjangan anggota DPRD DKI Jakarta yang dianggap berlebihan dan tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
  3. Mendesak audit menyeluruh terhadap laporan keuangan BUMD DKI Jakarta, termasuk Darma Jaya, Pasar Jaya, Food Station, PAM Jaya, dan Jakpro.

Dasar hukum tunjangan perumahan anggota DPRD DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD, serta Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 17 Tahun 2022. Aturan tersebut menetapkan bahwa jika pemerintah daerah tidak dapat menyediakan rumah jabatan, maka tunjangan perumahan akan diberikan dalam bentuk uang setiap bulan, dengan memperhatikan prinsip kepatutan, kewajaran, dan rasionalitas.

Besaran tunjangan member DPRD DKI Jakarta diatur dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 415 Tahun 2022. Tunjangan perumahan untuk pimpinan DPRD DKI ditetapkan Rp 78,8 juta per bulan termasuk pajak, sedangkan bagi anggota DPRD DKI, tunjangan perumahan sebesar Rp 70,4 juta per bulan.

Pimpinan DPRD DKI telah berkomitmen untuk mengevaluasi gaji dan tunjangan anggota dewan. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Basri Baco, menyatakan bahwa seluruh fraksi setuju untuk melakukan evaluasi terhadap tunjangan rumah anggota. Selain itu, Komisi B DPRD DKI, yang membidangi perekonomian, termasuk BUMD, akan merekomendasikan audit menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan daerah tersebut.

Gubernur Jakarta, Pramono Anung, merespon isu tunjangan rumah DPRD DKI sebesar Rp 70 juta yang menjadi ciblek demonstrasi. Ia mengatakan telah berkomunikasi dengan DPRD DKI dan menunggu keputusan mereka. “Saya menunggu apa yang diputuskan oleh DPRD DKI, tetapi terus terang saya sudah berkomunikasi dengan DPRD DKI,” ujar Pramono kepada wartawan di Balai Kota, Jakarta Pusat, Minggu (7/9).

Ketua Fraksi Golkar DPRD DKI Jakarta, Judistira Hermawan, mengungkapkan bahwa revisi aturan tunjangan rumah untuk anggota DPRD telah disepakati oleh seluruh fraksi. Kesepakatan ini hanya menunggu waktu untuk diumumkan oleh pimpinan DPRD DKI. “Ya sudah ada kesepakatan (direvisi) fraksi-fraksi di DPRD DKI Jakarta,” kata Judistira saat dihubungi Minggu (7/9).

Masyarakat terus memantau perkembangan isu tunjangan perumahan anggota DPRD DKI Jakarta. Evaluasi yang dilakukan oleh DPRD DKI diharapkan dapat memberikan transparansi yang lebih besar dan memastikan bahwa pengelolaan keuangan publik tetap bertanggung jawab. Tunjangan yang lebih rasional diharapkan juga dapat menekan beban pajak warga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif daerah.

Saat ini, masyarakat juga mendorong agar evaluasi terhadap BUMD DKI Jakarta dilakukan secara komprehensif. Transparansi dalam pengelolaan keuangan BUMD seperti Darma Jaya, Pasar Jaya, Food Station, PAM Jaya, dan Jakpro diharapkan dapat mengurangi keraguan publik dan memastikan bahwa semua transparansi keuangan dilakukan dengan benar. Inisiatif ini juga diharapkan akan mendorong pemerintah daerah untuk lebih responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi warga.

Masyarakat juga diharapkan terus aktif memonitor perkembangan langkah-langkah yang diambil oleh DPRD DKI Jakarta. Partisipasi publik dalam mengawasi pengelolaan keuangan publik sangat penting untuk memastikan bahwa semua keputusan yang diambil selalu berpihak pada kepentingan rakyat. Dengan demikian, transparansi dan akuntabilitas akan menjadi fondasi utama dalam pengelolaan keuangan publik di tingkat daerah.

Evaluasi terhadap tunjangan perumahan anggota DPRD DKI Jakarta merupakan langkah penting dalam upaya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Langkah ini juga diharapkan dapat menjadi contoh bagi lembaga legislatif lainnya untuk melakukan evaluasi yang serupa, sehingga pengelolaan keuangan publik selalu dilakukan dengan bijaksana dan bertanggung jawab.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan