Memperkuat Dasar Negara dalam Zaman AI dan Kejatuhan Hoaks

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Perubahan zaman dan perkembangan teknologi telah mengubah pola hidup serta perilaku individu, sehingga menginspirasi munculnya norma dan sistem nilai baru yang sebelumnya belum pernah diantisipasi. Peradaban saat ini telah memasuki era pasca kebenaran (post-truth) dan integrasi kecerdasan buatan (AI) dalam berbagai aspek kehidupan. Kedua fenomena ini sering kali membawa ekses yang perlu diatasi.

Untuk menjaga stabilitas dan ketertiban umum, Undang-Undang Dasar 1945 serta peraturan perundang-undangan lainnya perlu diperbarui agar mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman dan perkembangan teknologi. Fenomena post-truth telah membentuk norma baru yang tidak tertulis tetapi diadopsi oleh banyak komunitas.

Fenomena ini semakin mendominasi, ditandai dengan banjir materi informasi yang salah atau hoaks yang tersebar di ruang publik. Pembuat disinformasi lebih memprioritaskan emosi dan keyakinan personal daripada fakta objektif. Melalui media sosial, hoaks dapat menyebar dengan cepat, membuat banyak individu mengalami kesulitan membedakan informasi yang benar dan yang palsu.

Seorang pemuka agama menggambarkan era post-truth sebagai fenomena “yang penting eksis, bukan benar atau salah,” yang berkonflik dengan prinsip kebenaran dan keadilan. Argumentasi tidak lagi dinilai berdasarkan benar atau salah, tetapi berdasarkan kemampuan seseorang mempertahankan eksistensinya. Fenomena ini menjadi tantangan besar karena mengikis nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

Tantangan ini menjadi tantangan bagi konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Ekses post-truth telah dialami oleh banyak orang, termasuk negara dan pemerintah. Ini menggerus kepercayaan publik terhadap informasi yang ada di ruang publik, serta menyebabkan ketidakpastian terhadap kebijakan publik yang dikeluarkan oleh regulator atau pemerintah.

Kebohongan dan informasi yang menyesatkan selalu mempengaruhi opini publik. Tak jarang, sebagian masyarakat menjadi skeptis terhadap pernyataan pejabat publik atau lembaga resmi. Baru-baru ini, pernyataan seorang menteri tentang kesejahteraan guru diubah esensi dan nuansanya sehingga terlihat merendahkan martabat komunitas pendidik. Setelah ditegaskan, ternyata pernyataan aslinya tidak bermaksud merendahkan.

Dalam konteks demokrasi elektoral, fenomena post-truth juga banyak terlihat. Kompetisi di antara para kontestan sering menjadi sumber penyebaran disinformasi atau hoaks. Simpatisan kontestan akan percaya pada informasi yang mendukung kandidat favorit mereka, sementara kelompok pesaing akan membalas dengan hoaks. Penyebaran hoaks intensif dapat mengganggu proses pemilihan umum.

Selain post-truth, konstitusi dan peraturan perundang-undangan juga menghadapi tantangan dari integrasi kecerdasan buatan (AI) dalam kehidupan. AI telah meningkatkan produktivitas dan efisiensi, serta memotivasi inovasi di berbagai sektor, seperti kendaraan otonom. AI juga membantu tugas sehari-hari, meningkatkan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, dan menjadi alat bantu belajar bagi siswa.

Namun, pemanfaatan AI yang tak terkendali telah melahirkan berbagai ekses. Otomatisasi berbasis AI dapat menggantikan peran manusia di beberapa sektor, sehingga lapangan kerja berkurang. AI juga dapat digunakan untuk membuat akun palsu penyebar disinformasi. Oleh karena itu, integrasi AI harus dipahami secara mendalam agar manusia tidak menjadi korban perkembangan teknologi.

Awal tahun 2024, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian gugatan terkait penggunaan foto AI dalam kampanye Pemilu. Keputusan ini menunjukkan betapa pentingnya konstitusi dan peraturan perundang-undangan untuk merespons perubahan zaman dan dampak integrasi teknologi. Sebelum terlambat, negara perlu mengembangkan mekanisme pengendalian penggunaan AI, termasuk dengan membuat undang-undang khusus.

Uni Eropa telah melaksanakan langkah tersebut dengan EU AI Act, yang mengatur tingkatan risiko penggunaan AI dan melindungi hak asasi manusia. Dengan demikian, amandemen kelima terhadap UUD NRI 1945 menjadi urgensi untuk menyesuaikan diri dengan era post-truth dan AI.

Masyarakat saat ini menghadapi tantangan besar dalam menghadapi era post-truth dan integrasi teknologi. Kebutuhan akan peraturan yang adaptif dan responsif terhadap perubahan zaman semakin mendesak. Dengan memperbarui undang-undang dasar dan mengembangkan mekanisme pengendalian penggunaan AI, negara dapat menjaga stabilitas dan ketertiban, serta melindungi nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Saatnya untuk bergerak dan menyiapkan diri menghadapi tantangan masa depan dengan bijak dan tanggung jawab.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan