Kini, pemikiran masyarakat kembali terlihat tersentuh oleh berbagai peristiwa di jalanan. Gelombang emosi ini mengungkapkan perbedaan yang besar antara harapan dan kenyataan dalam politik. Di balik berbagai isu yang muncul, ada satu benang merah yang terus menghantui negara ini, yaitu korupsi. Korupsi di Indonesia bukan hanya masalah individu, melainkan hasil dari sistem yang memiliki banyak celah.
Biaya politik yang tinggi dan kurang transparansi mengarah pada arus yang mendorong praktik tidak akuntabel. Akibatnya, terbentuk rantai yang sulit dipatahkan: masyarakat terlalu sering mendengar kasus korupsi yang berulang, sementara pejabat yang seharusnya menjaga integritas terkadang juga terperangkap dalam pola yang tumbuh dari sistem yang berlubang-lubang.
Solusi tambal-sulam tidak lagi memadai jika lingkaran ini ingin dihentikan. Kita membutuhkan pendekatan preventif, sistemik, dan berani mengatasi akar masalahnya. Tulisan ini bertujuan untuk menambahkan ide dan pemikiran ke dalam percakapan masyarakat. Berdasarkan pengalaman pribadi dalam mengamati politik, berorganisasi, berinteraksi dengan generasi muda, dan membandingkan praktik di negara lain, dua poin penting yang perlu dikaji bersama menyerupai.
Menjalankan demokrasi tidak murah. Tidak ada partai politik yang dapat bertahan tanpa biaya besar untuk kaderisasi, kampanye, saksi pemilu, logistik, hingga pembayaran staf dan operasional harian. Di Indonesia, bantuan negara bagi partai politik hanya Rp1.000 per suara sah. Misalnya, untuk Pemilu 2019, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menerima sekitar Rp 27 miliar setiap tahun dari pendanaan negara. Namun, hanya untuk membayar saksi di seluruh TPS, kebutuhan aktual bisa mencapai Rp 500 miliar hingga Rp 1 triliun.
Perbedaan besar ini terlihat antara kebutuhan nyata dan dana yang tersedia. Jika partai pemenang sudah mengalami keterbatasan pendanaan, maka partai lain pasti juga merasakan tekanan yang sangat berat. Masalah seperti ini tidak hanya dialami satu partai, tetapi merupakan tantangan struktural bagi seluruh partai di Indonesia.
Usulan untuk memperkuat pendanaan negara bagi partai politik di Indonesia bukanlah ide baru. Beberapa pihak, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah mendukung gagasan ini. Angka yang diusulkan harus realistis, sehingga tidak menambah beban APBN namun cukup untuk mengurangi tekanan yang sering membuka celah penyimpangan. Seperti contohnya, 0,1% dari APBN setara dengan sekitar Rp 3,6 triliun per tahun, jumlah yang cukup untuk membantu partai menjalankan fungsi dasarnya.
Dana tersebut bisa dibagikan proporsional berdasarkan jumlah suara, sehingga partai besar maupun kecil mendapat porsi yang adil. Selain dari APBN, partai tetap bisa menerima donasi pribadi atau sumbangan dari sektor swasta, tetapi porsinya harus lebih kecil dibandingkan dana negara, serta dibatasi dan diawasi secara transparan. Dengan demikian, partai tetap bisa difokuskan pada kepentingan umum, dengan APBN sebagai sumber utama yang mewakili kontribusi seluruh rakyat.
Meskipun biaya negara akan tampak bertambah pada kertas, sebenarnya langkah ini akan menghemat dana publik dalam jumlah besar. Hal ini karena pengurangan potensi kebocoran anggaran akibat praktik korupsi yang muncul dari sistem pendanaan politik yang rapuh. Dengan pendanaan negara yang cukup, kebutuhan politik bisa ditopang secara transparan, sehingga tekanan untuk mencari sumber lain berkurang. Akhirnya, ini memperkuat integritas demokrasi.
Pemberian dana negara harus diikuti dengan pengawasan yang ketat. Partai politik wajib diaudit eksternal setiap tahun, seperti perusahaan publik. Karena menggunakan dana dari masyarakat, mereka harus bertanggung jawab seperti “pemegang saham” yang memberikan mandat. Laporan keuangan harus terbuka untuk umum, dan jika ada penyalahgunaan, sanksinya bisa berupa pemotongan bantuan hingga larangan ikut pemilu.
Dengan kombinasi dana yang memadai dan akuntabilitas yang ketat, partai bisa sepenuhnya menjalankan peran mereka sebagai institusi demokrasi yang profesional dan terhormat. Banyak negara telah membuktikan efektivitas model ini. Misalnya, di Jerman, semua partai politik wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan yang diaudit secara independen, yang kemudian dipublikasikan oleh Presiden Bundestag. Sistem ini memastikan partai transparan sekaligus memperkuat keterhubungan mereka dengan aspirasi masyarakat.
Di Swedia, Riksdag menekankan partai politik sebagai elemen dasar demokrasi. Oleh karena itu, pendanaan dari negara menjadi sumber utama bagi partai di tingkat nasional. Pada tahun 2025, sekitar US$ 56 juta dialokasikan untuk partai politik, memungkinkan mereka beroperasi jangka panjang tanpa tergantung pada berbagai penyumbang. Meksiko juga memberikan contoh, di mana mayoritas pendanaan partai berasal dari anggaran negara, dengan donasi swasta sangat terbatas.
Sebaliknya, Amerika Serikat lebih bergantung pada donasi swasta, yang menargetkan politisi pro-senjata dan kandidat tertentu. OpenSecrets mencatat antara 2010 dan 2023, Asosiasi Pemilik Senjata AS (NRA) telah menyalurkan lebih dari US$ 140 juta untuk kandidat pro-senjata. Hal ini menunjukkan bagaimana satu kelompok dapat membentuk agenda politik secara konsisten. Pada Pemilu AS 2024, Elon Musk menyumbangkan US$ 288 juta, yang menjadikannya figur berpengaruh besar di lingkaran Partai Republik. Total biaya Pemilu 2024 mencapai US$ 15,9 miliar, dengan US$ 10,2 miliar untuk pemilu legislatif dan US$ 5,5 miliar untuk pemilu presiden.
Dari contoh-contoh ini, terlihat pola yang jelas. Dengan pendanaan negara yang memadai, partai dapat berfungsi dengan lebih merdeka dan konsisten, sementara masyarakat juga diuntungkan karena masalah biaya politik yang sering melahirkan korupsi dapat ditangani sejak awal. Tantangan bagi Indonesia adalah menemukan titik keseimbangan yang tepat dengan konteks negara, agar partai bisa berfungsi dengan sehat dan demokrasi semakin kuat.
Indonesia membutuhkan pendekatan yang lebih preventif dalam menghadapi korupsi, bukan hanya reaksi setelah masalah muncul. Fokus utama harus pada bagaimana menutup peluang penyalahgunaan sejak awal, bukan hanya beraksi ketika kasus sudah meledak ke permukaan. Saat ini, perhatian umum lebih banyak pada penindakan: menangkap, mengadili, hingga penyitaan aset. Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset diperkenalkan sebagai solusi peluru perak, yang mencerminkan tekad masyarakat untuk melawan korupsi.
Namun, tanpa mekanisme pengawasan yang kuat, langkah seperti ini berisiko membuat celah baru. Penyitaan aset bisa disalahgunakan oleh oknum menjadi alat tekanan politik, menyimpang dari tujuan awal. Pendekatan pencegahan lebih holistik. Kunci adalah transparansi, bukan sekadar laporan kekayaan formal, tetapi keterbukaan yang bisa diverifikasi, seperti konsistensi aset, gaya hidup, dan pajak. Hal ini adalah praktik umum di negara dengan tingkat korupsi rendah.
Digitalisasi birokrasi menjadi alat penting untuk memperkuat transparansi. Banyak potensi penyimpangan muncul dari interaksi langsung yang membuka ruang negosiasi tidak formal. Dengan sistem e-budgeting, e-procurement, dan perizinan berbasis digital yang terintegrasi, celah dapat ditutup dan pelayanan publik bisa lebih cepat. Semua proses harus meninggalkan jejak yang jelas dan sulit dimanipulasi.
Transparansi real-time juga diperlukan. Anggaran, kontrak pengadaan, hingga laporan keuangan pemerintah harus mudah diakses oleh masyarakat. Di Swedia, offentlighetsprincipen dijamin dalam konstitusi, memberi hak publik untuk mengakses dokumen resmi pemerintah. Aturan keterbukaan yang konsisten membentuk budaya pengawasan publik dalam praktik sehari-hari. Negara dengan tingkat korupsi rendah menunjukkan pola yang serupa. Transparansi yang dilembagakan melalui hukum dan dijalankan secara konsisten membentuk budaya integritas.
Integritas hanya bergantung pada individu, yang seringkali rapuh di bawah tekanan. Penindakan keras penting, tetapi hanya menyasar akibat, bukan sebab. Untuk memutus lingkaran korupsi, celah harus ditutup sejak awal. Sistem yang tepat membentuk insentif sehat, insentif melahirkan perilaku, dan perilaku berulang menciptakan budaya. Dengan cara itu, demokrasi tumbuh bersih dan berakar kuat.
Korupsi tidak akan selesai jika penindakan selalu ditempatkan di depan. Menangkap dan menghukum penting, tetapi itu hanya menyasar akibat. Akar masalah ada pada sistem, dan di situ pendekatan pencegahan harus menjadi titik awal. Pendanaan politik yang sehat dan transparansi yang konsisten adalah dua fondasi utama untuk menutup celah sejak hulu.
Langkah ini tidak instan, tetapi membuka jalan untuk menyelesaikan persoalan dari akarnya. Dengan pembiayaan politik oleh negara yang dirancang adil serta transparansi yang dijalankan secara konsisten, banyak sumber masalah korupsi bisa diputus sebelum sempat berkembang. Ada aspek teknis yang perlu dirumuskan bersama, mulai dari cara pembagian dana negara kepada partai politik agar adil dan efektif, hingga memastikan keterbukaan benar-benar menjadi praktik sehari-hari.
Jawaban atas persoalan ini tidak bisa datang dari satu pihak saja. Diperlukan ruang dialog yang melibatkan publik, akademisi, pembuat kebijakan, dan partai politik itu sendiri. Dengan cara itu, kita tidak hanya membicarakan masalah, tetapi juga mencari solusi yang bisa dijalankan bersama. Jika sistem dapat diarahkan ke jalur yang tepat, perilaku akan mengikuti, dan dari perilaku yang konsisten itulah budaya antikorupsi bisa tumbuh. Menuju Indonesia impian kita, dengan demokrasi yang bersih dan bebas korupsi.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.