60 Keluarga Menguasai Tanah di Indonesia, Anggota DPR Usulkan Kenaikan Pajak

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Komisi II DPR RI memperhatikan pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nusron Wahid mengenai 60 keluarga yang memegang mayoritas bidang tanah di Indonesia. Komisi ini menyarankan pemerintah untuk meningkatkan pajak pertanahan bagi kelompok tersebut.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P, Deddy Sitorus, menanyakan tindak lanjut pemerintah setelah diketahui adanya keluarga-keluarga konglomerat yang menguasai lahan luas. Dia khawatir informasi tersebut hanya menyebabkan frustrasi pada masyarakat yang merasa tidak mendapat keadilan agraria.

“Jika hanya sekadar pernyataan saja, itu akan membuat kemarahan masyarakat yang tidak merasakan keadilan agraria terus bertambah. Oleh karena itu, harap pemerintah berikan penjelasan tentang langkah yang akan diambil dengan informasi ini,” ujar Deddy selama Rapat Kerja dengan Menteri ATR/BPN di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (8/9/2025).

Dalam kondisi tersebut, Deddy mendorong pemerintah untuk menerapkan kenaikan pajak di sektor pertanahan, terutama pada aset milik keluarga-keluarga tersebut.

“Menurut saya, saatnya (menerapkan pajak tinggi), karena hanya mereka yang memiliki lahan. Seharusnya pajak mereka diangkat, karena mereka sudah sangat kaya. Ini waktu negara mengumpulkan uang untuk dibagikan kepada rakyat,” tuturnya.

Ia juga memingatkan agar kondisi seperti di Pati tidak terjadi lagi, yaitu pemerintah daerah terpaksa menaikkan PBB dikarenakan penurunan anggaran. Menurut Deddy, ini adalah salah satu contoh kekurangan keadilan bagi warga kecil.

“Jika informasi bahwa tanah di Republik ini dikuasai oleh 60 orang, tunjukkan keadilan itu. Tidak hanya melalui reforma agraria yang serios dan konsisten, tetapi juga membebani mereka dengan pajak yang lebih besar. Menurutku, saatnya, mereka sudah kaya untuk 70 turunan, bukan hanya 7 turunan lagi,” ujarnya.

Menurut data, sebelumnya Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nusron Wahid mengungkapkan ketimpangan struktur tanah di Indonesia. Bahkan, satu keluarga menguasai hingga 1,8 juta hektare lahan di negara ini.

Dari total 170 juta hektare tanah yang ada, 70 juta hektare merupakan kawasan non-hutan. Namun, sekitar 46 persen dari lahan non-hutan tersebut atau sekitar 30 juta hektare dipegang oleh hanya 60 keluarga besar pemilik korporasi.

“Petani kecil di NTB, termasuk warga Nahdlatul Wathan, bisa bersengketa karena mencari tanah satu atau dua hektare saja. Tapi ada satu keluarga yang menguasai hingga 1,8 juta hektare. Ini jelas ketimpangan struktural,” katanya dalam keterangannya, Kamis (8/5/2025).

Kondisi ketimpangan pemilikan tanah di Indonesia memang perlu ditangani dengan serius. Selain melalui reformasi agraria, pemerintah juga dapat mempertimbangkan pengenaan pajak yang lebih tinggi bagi pemilik lahan besar. Hal ini tidak hanya untuk memperbaiki keadilan sosial, tetapi juga untuk menyediakan dana yang lebih luas bagi masyarakat. Membagi kekayaan tanah dengan lebih merata akan membantu mengurangi konflik dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan