Pada artikel ini, Wawan Sobari mendiskusikan pentingnya revisi UU Pemilu untuk menciptakan sistem yang mampu membentuk perilaku pemilih yang dialogis, argumentatif, dan berintegritas. Artikel tersebut menekankan bahwa desain sistem pemilu menjadi faktor kunci dalam membentuk perilaku pemilih yang rasional, partisipatif, dan memahami isu publik. Dalam pemilu 2024, faktor karisma dan citra digital calon presiden menjadi lebih dominan dibandingkan afiliasi partai, seperti yang terlihat dari dinamis pemilih yang memilih Prabowo-Gibran tetapi tidak mendukung Gerindra sebagai partai utama.
Hasil pemilu 2024 menunjukkan anomal yang menarik, di mana efek “ekor jas” yang sebelumnya terjadi dalam pemilu sebelumnya tidak berlaku lagi. PDIP yang sebelumnya berhasil memperoleh kemenangan besar dengan Jokowi sebagai calon presiden, tidak mengalami hal yang sama dengan Gerindra pada 2024. Meski Prabowo berhasil memenangkan pemilu, partainya hanya berada di peringkat ketiga secara nasional, dengan jumlah kursi parlemen yang tidak jauh berbeda dari pemilu 2019.
Ini mengungkapkan fenomena keterbelahan di mana pemilih tidak konsisten dalam memilih presiden dan partai yang mendukungnya. Hal ini juga diuji dengan hasil pemilu di Amerika Serikat, di mana tesis Scott Mainwairing (1999) menyatakan bahwa sistem multipartai dengan pemilu proporsional sulit dikombinasikan dengan sistem pemerintahan presidensial. Namun, situasi terkini menunjukkan bahwa pemilu serentak untuk presiden dan legislatif dapat meminimalkan perbedaan hasil, seperti yang terjadi di negara-negara Amerika Selatan.
Dalam konteks Indonesia, hasil pemilu 2024 menunjukkan ketidaksinkronan antara pemenang presiden dan hasil pemilu legislatif, yang mematahkan asumsi teoritis tentang keserentakan pemilu. Artikel ini mengajak pembaca untuk mempertimbangkan perubahan dalam desain sistem pemilu, seperti sistem campuran, untuk memperkuat demokrasi dan sistem pemerintahan. Pembuat undang-undang diharapkan dapat menggunakan hasil pemilu 2024 sebagai landasan untuk menyusun sistem pemilu yang lebih efektif.
Meskipun tidak ada solusi konkret yang disajikan, artikel ini meminta untuk mempertimbangkan perbaikan sistem pemilu agar lebih sesuai dengan kondisi terkini. Pengalaman Bolivia dapat dijadikan sebagai contoh dalam memperbaiki demokrasi dan memperkuat sistem pemerintahan. Artikel ini mengakhiri dengan pesan bahwa transformasi pemilih dan sistem pemilu menjadi kunci untuk kemajuan demokrasi di Indonesia.
Pemilu 2024 membuktikan bahwa sistem pemilu saat ini perlu diperbaiki untuk memastikan bahwa pemilih dapat memilih dengan rasional dan partai politik dapat berfungsi dengan lebih baik. Revisi UU Pemilu harus करणdiupayakan agar sistem pemilu dapat mendukung demokrasi yang lebih substansif dan memperkuat sistem pemerintahan.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.