Gen Z sering membuat konten mewah yang berisikan elemen-elemen palsu.

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kehidupan mewah pada awalnya menarik minat di Amerika Serikat, terutama di kalangan generasi Z. Mereka sangat antusias membuat konten mewah di media sosial, meskipun sebenarnya hanya mereka polishkan citranya saja.

Jon Morgan, pemilik perusahaan konsultan Venture Smarter, terus menceritakan pengalaman salah seorang pelanggannya yang berusia 23 tahun. Ia telah menghabiskan waktu selama 1,5 tahun untuk membangun citra mewah di media sosialnya.

Menurut laporan CNBC, Minggu (7/9/2025), Morgan mengungkapkan bahwa pria itu membuat konten yang tampak mewah di media sosial, padahal pendapatan tahunan yang sebenarnya jauh lebih rendah dari US$ 500.000 atau sekitar Rp 8,21 miliar (kurs Rp 16.420).

Pria itu sering memesan tiket untuk ke klub pantai eksklusif di Miami, yang harganya mencapai US$ 200 atau sekitar Rp 3,28 juta. Namun, tujuannya bukan untuk menikmati suasana, melainkan mengambil foto dan video selama enam jam.

“Seseorang bisa memesan tiket harian seharga US$ 200 di klub pantai eksklusif di Miami, lalu mengambil 400 foto dalam waktu enam jam,” ungkap Morgan.

Setelah itu, pria itu akan mempublikasikan foto-foto tersebut selama delapan minggu, agar terlihat sebagai pengunjung regular di tempat tersebut. Beberapa kali pula, ia meminta izin kepada staf hotel untuk menggambarkan kolam renang, lobi, atau bahkan atap gedung. Ia sering menawarkan uang pelicin sebesar US$ 50 atau sekitar Rp 821 ribu untuk mendapatkan izin tersebut.

Strategi ini berhasil. Akun Instagram pria itu memiliki 85 ribu pengikut, yang menikmati konten gaya hidup mewah buatannya. Namun, tujuannya bukan hanya untuk mendapatkan popularitas. Konten mewah palsu ini juga membantu pria tersebut mendapatkan kontrak promosi dengan sebuah merek senilai US$ 180 ribu per tahun atau sekitar Rp 2,95 miliar.

Tidak hanya dia, banyak orang Gen Z yang membuat konten mewah palsu dengan menghabiskan uang untuk liburan mewah. Daniel Rivera, manajer properti di Amerika, menceritakan peninggalan seorang penyewa rumah yang berusia 24 tahun. Ia terlambat membayar sewa bulanan sebesar US$ 1.800 atau sekitar Rp 29,5 juta selama tiga minggu.

Namun, pria itu tetap mengunggah foto-foto menginap di hotel mewah yang harganya US$ 400 atau sekitar Rp 6,5 juta per malam di Miami. Menurut Rivera, pria itu membagi biaya hotel dengan enam teman selama satu malam, hanya untuk mendapatkan foto-foto sempurna di tepi kolam renang.

“Dia mengakui telah membagi sewa hotel mewah itu dengan enam temannya hanya untuk satu malam demi mendapatkan foto-foto sempurna di tepi kolam renang. Foto-foto itu membuatnya tampak seperti liburan mewah selama seminggu,” ujar Rivera.

Rivera juga mengaku melakukan pemeriksaan histori keuangan setiap penyewa propertinya. Beberapa Gen Z yang ia temui memiliki pinjaman dengan label dana liburan dalam riwayat keuangan kartu kreditnya.

Hal ini diketahui benar setelah satu utas di Reddit menanyakan bagaimana Gen Z membiayai liburan mereka. Satu pengguna mengakui menggunakan utang untuk liburan, meskipun ia sadar itu tidak produktif.

“Apakah itu tidak bertanggung jawab secara finansial? Ya. Apakah kebanyakan orang mengatakan saya membuang-buang uang dan seharusnya saya menabung? Ya. Apakah saya akan melakukannya lagi? 1.000%,” tulis pengguna tersebut.

“Anda memprioritaskan apa yang Anda inginkan dalam hidup dan menanggung konsekuensinya,” tegasnya.

Menurut data terbaru, tren ini semakin marak di kalangan generasi muda. Mereka lebih memilih untuk menunjukkan citra mewah di media sosial daripada menikmati pengalaman sebenarnya. Hal ini juga mempengaruhi kebiasaan keuangan mereka, seperti menggunakan utang untuk liburan.

Dari sisi bisnis, hal ini juga mempengaruhi strategi pemasaran. Merek-merek sekarang lebih cerdas dalam memilih influencer yang benar-benar mempercayai produk mereka. Mereka sadar bahwa konten palsu bisa merusak reputasi merek pada jangka panjang.

Banyak Gen Z yang mengikuti tren ini, tetapi mereka tidak sadar bahwa kepalsuan ini bisa memiliki dampak negatif. Mereka mungkin mendapatkan popularitas dan uang sementara, tetapi pada akhirnya akan menghadapi masalah keuangan yang lebih besar. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk menyadari bahwa keberhasilan yang sebenarnya berasal dari usaha yang sungguh-sungguh, bukan dari citra yang dibuat-buat.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan