Polda Metro Tangkap TikToker Figha Lesmana karena Ajak Pelajar Demo

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Polda Metro Jaya menangkap seorang TikToker bernama Figha Lesmana. Penangkapan ini dilakukan setelah ia mengunggah konten yang mengajak pelajar untuk melakukan unjuk rasa. Dalam sesi konferensi pers di Polda Metro Jaya, terungkap bahwa Figha melalui akun T @FG melakukan pembreakan di media sosial untuk mendorong pelajar, termasuk mahasiswa dan murid SMK, untuk turun aksi. Selain itu, ia juga mencoba mempengaruhi influencer untuk menyuarakan permintaan pembubaran DPR dan pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani. Data menunjukkan bahwa unggahan Figha mencapai sekitar 10 juta pemirsa, yang kemudian dipengaruhi untuk turut serta dalam aksi tersebut.

Selain Figha, Polda Metro Jaya juga menangkap lima tersangka lainnya, sehingga total tersangka saat ini mencapai 43 orang. Dari jumlah tersebut, 42 tersangka sudah dewasa, sedangkan satu tersangka masih berusia di bawah umur.

Ade Ary Syam Indradi, Kabid Humas Polda Metro Jaya, menekankan bahwa penyelidikan masih berlangsung untuk mengungkap penyebab kerusuhan selama unjuk rasa di Jakarta. Polda berkomitmen untuk menemukan dan menahan aktor utama yang memicu kericuhan.

Enam tersangka yang baru saja ditangkap, yaitu DMR, MS, SH, KA, RAP, dan FL, diduga terlibat dalam penyebaran informasi hasutan melalui media sosial. Mereka mendorong pelajar dan anak-anak untuk terlibat dalam kerusuhan selama aksi unjuk rasa yang terjadi pada 25 dan 28 Agustus 2025. Penangkapannya dilakukan oleh Satgas Gakkum Anti Anarkis sejak Senin (25/8) setelah menemukan bukti dan keterangan yang cukup kuat.

DMR ditangkap di Jakarta Timur pada Senin (1/9) malam, MS ditangkap di Polda Metro Jaya pada Selasa (2/9) saat mendampingi DMR. Sementara itu, SH ditangkap di Bali, RAP ditangkap di Palmerah (Jakarta Barat), dan KA ditangkap oleh aparat Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya.

Data riset terbaru menunjukkan bahwa penggunaan media sosial dalam penyebaran informasi hasutan semakin meningkat. Dalam kasus ini, penangkapan Figha Lesmana dan kelompoknya menunjukkan betapa pentingnya pengawasan terhadap konten media sosial untuk mencegah kerusuhan. Studi kasus serupa di negara lain juga menunjukkan bahwa media sosial dapat menjadi algoritme bagi penyebaran informasi palsu yang memicu kerusuhan.

Kesimpulan: Kejahatan siber dan penyebaran informasi hasutan melalui media sosial bukanlah hal yang bisa diabaikan. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk mencegah penyebaran informasi palsu yang dapat merusak stabilitas sosial. Bagi kita semua, penting untuk menjadi bagian dari solusi dengan mengonsumsi informasi dari sumber yang terpercaya dan tidak menyebarkan berita tanpa memverifikasinya terlebih dahulu.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan