Bagi para pemain gacha, nasibnya bisa sangat berbeda tergantung pada wilayah game yang dimainkan. Di game buatan Cina dan Korea, adanya sistem “pity” yang berperan sebagai jaring pengaman. Pemain yang sering melakukan tarikan akan memiliki peluang lebih tinggi untuk mendapatkan karakter yang diinginkan. Namun, di game versi Jepang, segalanya tergantung pada keberuntungan murni, tanpa jaminan apa pun. Pemain lama sudah terbiasa dengan situasi ini, sementara pemain baru sering terkejut dan akhirnya menyadari bahwa uang tidak selalu jamin sukses dalam mendapatkan karakter yang diinginkan.
Perbedaan ini berasal dari filosofi game gacha yang berbeda-beda secara budaya. Game Cina dan Korea cenderung lebih ramah pada pemain dengan sistem pity yang memastikan hasil yang jelas setelah investasi waktu atau uang. Di sisi lain, banyak game Jepang masih mengandalkan konsep gacha murni yang sepenuhnya berbasis keberuntungan, tanpa ada jaminan manapun. Perbedaan ini tidak hanya mengenai mekanik, tetapi juga mencerminkan budaya dan pasar game di masing-masing wilayah. Jepang tumbuh dengan tradisi pachinko yang melihat ketidakadilan sebagai bagian dari keseruan berjudi, sedangkan Cina dan Korea dipengaruhi oleh pasar global dan regulasi yang mengarah pada model game yang lebih terukur dan “aman.”
Sistem pity dalam game gacha berfungsi seperti jaring pengaman bagi pemain. Misalnya, di Genshin Impact, setelah melakukan 90 kali tarikan, pemain dijamin mendapatkan karakter atau item yang diinginkan. Konsep ini muncul sebagai upaya developer untuk bersaing di pasar global, menarik pemain baru, dan membedakan diri dari kompetitor. Dengan pity, pemain merasa investasi waktu dan uang mereka memiliki nilai yang jelas, sehingga frustrasi dapat dikontrol. Namun, di Jepang, banyak game masih mempertahankan sistem gacha murni tanpa pity, yang terhubung erat dengan sejarah perjudian mereka lewat pachinko parlors, di mana ketidakpastian dan risiko rugi menjadi bagian dari hiburan utama.
Untuk memahami mengapa banyak game gacha Jepang tetap mempertahankan sistem pure RNG tanpa pity, kita harus melihat konteks budaya di belakangnya. Jepang memiliki tradisi panjang dalam perjudian, terutama di pachinko parlors, di mana randomness, peluang menang besar, dan risiko rugi justru menjadi daya tarik utama. Ketidakpastian bukanlah masalah, tetapi bagian dari keseruan. Filosofi ini diterapkan pada game gacha Jepang, di mana pemain diharapkan menikmati proses menunggu keberuntungan daripada mengandalkan kepastian seperti pity yang dianggap mengurangi tantangan.
Meskipun game gacha Jepang sering dikaitkan dengan pure RNG yang kejam, bukan berarti semua judulnya begitu. Beberapa game seperti Fire Emblem Heroes, Dragon Ball Z Dokkan Battle, dan Princess Connect! memiliki mekanisme pity atau rate-up yang lebih ramah, meskipun tidak seketat atau secepat game Cina atau Korea. Pendekatan ini menjadi semacam “jalan tengah,” di mana keberuntungan masih penting, tetapi pemain punya titik aman jika cukup tekun. Di sisi lain, game gacha Cina dan Korea yang terkenal dengan sistem pity punya masalah tersendiri. Walaupun pemain dijamin akan mendapatkan karakter incaran setelah sejumlah pull tertentu, developer sering mengimbanginya dengan banner yang cepat berganti, durasi event yang singkat, dan desain karakter yang sangat menarik agar pemain terdorong untuk gacha lagi sebelum dompet sempat istirahat. Akibatnya, walaupun peluang “kalah total” berkurang, tekanan finansial dan rasa FOMO justru bisa lebih besar daripada di game Jepang yang murni RNG.
Perbedaan pendekatan gacha ini langsung terasa pada pengalaman pemain. Untuk pendatang baru, game Jepang tanpa pity bisa menjadi shock, karena uang habis tapi karakter tak kunjung muncul. Veteran gacha justru mengerti dan menganggapnya sebagai bagian dari tantangan. Di sisi lain, sistem pity di game Cina dan Korea memberi rasa aman, tetapi tekanan tetap ada karena banner terbatas dan sistem “soft pity” yang memaksa pemain mengatur sumber daya dengan cermat. Akhirnya, uang tidak selalu menjadi penentu kemenangan, karena keberuntungan, strategi manajemen sumber daya, dan kesabaran menjadi faktor utama. Perbedaannya hanya pada seberapa cepat dan sering pemain merasa “nyesek” ketika hasil gacha tak sesuai ekspektasi.
Dunia gacha adalah tempat di mana ekspektasi dan realita sering bertabrakan. Game Jepang tetap mengikuti identitas “pure random” yang bagi beberapa orang terasa menyiksa, tetapi bagi penggemarnya justru menjadi daya tarik tersendiri. Sementara itu, game Cina dan Korea menawarkan kepastian lewat pity, namun secara diam-diam menekan pemain lewat ritme banner yang cepat dan desain karakter yang menggoda. Bagi pendatang baru, semua ini mungkin terasa seperti ladang ranjau finansial dan emosional. Bagi pemain gacha veteran, ini hanyalah siklus yang terus berulang. Terlepas dari sistemnya, satu hal tetap sama: di dunia gacha, dompet, kesabaran, dan keberuntungan akan selalu diuji, tapi tidak ada jaminan bahwa semuanya akan berakhir manis. Tetapi, beberapa judul populer mulai menawarkan sistem gacha yang lebih ramah, seperti Fire Emblem Heroes atau Dragon Ball Z Dokkan Battle, menunjukkan adaptasi terhadap tren pasar internasional, meskipun tetap RNG-heavy dengan “checkpoint” penyelamat.
Dunia gacha selalu menantang pemain dengan ekspektasi yang tinggi dan realita yang kadang tak menentu. Game Jepang tetap setia pada sistem pure RNG, memberikan tantangan yang unik bagi para penggemar. Sementara itu, game Cina dan Korea menawarkan sistem pity yang memberikan kepastian, tetapi juga membawa tekanan finansial dan emosional yang lebih besar. Bagi semua pemain, baik baru maupun veteran, penting untuk mengingat bahwa di dunia gacha, tidak ada jaminan mutlak. Kesabaran dan strategi manajemen sumber daya menjadi kunci untuk menikmati pengalaman bermain tanpa terlalu tertekan.
Baca juga games lainnya di Info game terbaru

Owner Thecuy.com