Faizati Ditunggalkan sebagai Tersangka Kasus Bakar Mabes Polri

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pada tanggal 1 September 2025, Bareskrim Polri menetapkan Laras Faizati sebagai tersangka karena mengunggah konten provokatif di media sosial. wanita berusia 26 tahun ini diduga telah memprakarsai aksi unjuk rasa yang menuntut pembakaran gedung Mabes Polri. Laras ditahan di Rutan Bareskrim setelah penangkapan di rumahnya di Cipayung. Selain Laras, enam tersangka lainnya juga ditangkap. Penyidik menyita beberapa barang bukti, termasuk KTP, ponsel, dan akun Instagram Laras dengan nama @Larasfaizati.

Brigjen Himawan Bayu Aji, Dirtipid Siber Bareskrim Polri, menjelaskan bahwa Laras melakukan penghasutan melalui video yang dia unggah. Video tersebut dikatakan menimbulkan kebencian terhadap pihak tertentu dan mendesak penggemar untuk membakar Mabes Polri. Namun, pengacara Laras, Abdul Gafur Sangadji, mempertanyakan validitas kasus ini. Menurutnya, post Laras tidak memiliki niat jahat dan hanya merupakan ekspresi kekecewaannya atas kematian Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang tewas akibat tindakan Brimob.

Gafur mengajukan pendekatan restorative justice untuk menyelesaikan kasus ini, dengan alasan bahwa post Laras tidak memiliki dampak hukum yang nyata. Dia juga rencana mengajukan penangguhan penahanan Laras, karena dia merupakan penyangga keluarga yang tinggal bersama ibu dan adiknya. Laras juga kehilangan pekerjaannya di AIPA Secretariat sebagai Communication Officer setelah ditetapkan sebagai tersangka.

Ibu Laras, Fauziah, menyatakan bahwa putrinya hanya mengungkapkan kekecewaannya terhadap Polri dan tidak berniat untuk memprovokasi. Dia mengaku banyak orang yang melakukan unggahan serupa saat kejadian tersebut. Fauziah meminta agar proses hukum tidak dilanjutkan dan memohon agar Laras dibebaskan.

Menurut studi kasus yang dilakukan oleh lembaga hukum independen, kasus penghasutan di media sosial seringkali sulit dibuktikan jika tidak ada bukti nyata tindakan yang dilakukan oleh pihak yang terpengaruh. Hal ini menguatkan argumen pengacara Laras bahwa postnya tidak memiliki dampak yang jelas. Analisis hukum juga menunjukkan bahwa pendekatan restorative justice bisa menjadi solusi bagi kasus tanpa korban langsung, karena lebih fokus pada pemulihan hubungan daripada hukuman.

Kasus ini mengingatkan kita bahwa ekspresi kekecewaan di media sosial harus dipertimbangkan dengan bijak. Sementara kebebasan berekspresi penting, kita harus sadar akan dampaknya. Meskipun Laras mungkin hanya ingin mengungkapkan duka, kenyataannya, tindakannya telah memicu reaksi serius dari pihak berwenang. Ini menjadi pelajaran untuk semua orang tentang bagaimana mengungkapkan pendapat dengan bijak di era digital.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan