Bripka Rohmat, Sopir Rantis Pelindas Affan Kurniawan, Didemosi 7 Tahun

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Bripka Rohmat, seorang anggota Brimob Polda Metro Jaya, telah selesai menghadapi sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terkait kasus tabrakan fatal yang menewaskan pengendara ojek online Affan Kurniawan pada 28 Agustus 2025. Rohmat, yang bertindak sebagai sopir rantis saat kejadian, beserta Kompol Kosmas K Gae, yang duduk di sebelahnya, telah dinyatakan melakukan pelanggaran etik.

Majeselis KKEP di Jakarta Selatan menetapkan bahwa perilaku Bripka Rohmat telah melanggar kode etik dengan tindakan yang dicap sebagai “perbuatan tercela.” Selain itu, ia menerima sanksi penempatan khusus (patsus) dan diputuskan untuk dimutasi secara demosi selama tujuh tahun, sesuai dengan masa sisa dinasnya dalam Polri. Sidang tersebut dihadiri langsung oleh Rohmat, meskipun dilaksanakan dalam sidang tertutup.

Dalam kasus ini, total ada tujuh anggota Brimob yang berada di dalam rantis saat insiden. Mereka dibagi menjadi dua kategori pelanggaran: berat dan sedang. Kategori pelanggaran berat meliputi Bripka Rohmat dan Kompol Kosmas, sementara kategori sedang melibatkan lima anggota lain: Aipda M Rohyani, Briptu Danang, Briptu Mardin, Baraka Jana Edi, dan Baraka Yohanes David, yang duduk di bagian penumpang belakang.

Sidang etik terhadap Kompol Kosmas sudah diselesaikan sehari sebelumnya, pada Rabu (3/9/2025), dengan sanksi pemberhentian tanpa hormat (PTDH). Sedangkan sidang etik untuk kategori sedang akan dilaksanakan setelah selesainya proses terhadap pelanggaran berat.

Penyelesaian kasus ini menegaskan pentingnya disiplin dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas, terutama bagi anggota keamanan. Tindakan seperti yang dilakukan oleh Bripka Rohmat dan rekan-rekannya tidak hanya melanggar peraturan internal, tetapi juga menimbulkan dampak fatal pada masyarakat. Hal ini mengingatkan kita semua tentang konsekuensi tindakan yang tidak bertanggung jawab, baik dalam dunia militer maupun kehidupan sehari-hari. Menjaga etika dan professionalisme dalam setiap pekerjaan adalah kunci untuk mencegah tragedi yang kurang diinginkan.

Menurut data terbaru, kasus-kasus pelanggaran etik dalam instansi keamanan terus menjadi perhatian utama. Analisis menunjukkan bahwa pelanggaran seperti ini sering merupakan hasil dari ketidaksadaran atau kurangnya pengawasan. Penting bagi semua pihak untuk meningkatkan kesadaran dan implementasi pelatihan etika secara rutin agar insiden serupa dapat dicegah di masa depan. Studi kasus ini juga memperlihatkan bahwa sanksi yang tegas tidak hanya bertujuan untuk menghukum, tetapi juga untuk mendorong perubahan perilaku dan kebijakan yang lebih baik di masa mendatang.

Pembacaan kasus ini mengajarkan kita bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi. Kehilangan satu nyawa bukan hanya tragedi bagi keluarga korban, tetapi juga tanda bahwa sistem dan individu harus terus berusaha untuk lebih baik. Mari kita tetap bersolidaritas dalam upaya mendorong kebijakan dan budaya kerja yang lebih etis dan manusiawi.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan