Beras di toko semakin langka dan harganya semakin mahal, Bapanas mengungkapkan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengungkapkan keprihatinannya terhadap harga beras yang masih tinggi meski stoknya cukup melimpah. Arief Prasetyo Adi, Kepala Bapanas, mengumumkan rencananya untuk melakukan pengecekan langsung di lapangan untuk mengungkap penyebab harga beras tetap tinggi.

Menurutnya, dengan meningkatnya produksi beras, seharusnya harga beras tidak akan naik. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa produksi beras pada periode Januari hingga Oktober 2025 mencapai 31,04 juta ton. Sementara itu, Bapanas memperkirakan produksi beras sepanjang tahun 2025 akan mencapai 33,93 juta ton.

“Jika produksi beras banyak, maka harga beras seharusnya turun. Oleh karena itu, saya perlu memeriksa langsung di lapangan. Jika harga gabah mencapai Rp 7.000, Rp 7.400, atau Rp 7.800, berarti gabah masih banyak atau tidak?” ujarnya kepada wartawan saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (4/9/2025).

Ketika ditanya mengenai stok beras yang masih rendah di toko modern, Arief menjelaskan hal ini terkait dengan beberapa perusahaan yang terlibat kasus oplosan beras dan sementara berhenti produksi. “Biasanya ada perusahaan yang mengirim beras ke toko modern, tetapi sekarang mereka berhenti produksi. Oleh karena itu, stok di supermarket kosong, yang wajar,” tutur Arief.

Arief menambahkan bahwa pemerintah telah mengganti pemasok beras untuk ritel. Proses ini membutuhkan waktu, tetapi ia menegaskan bahwa saat ini stok beras di ritel sudah kembali terisi. “Semua supermarket sebelumnya kosong, jadi wajar jika diperlukan waktu untuk mengeplos stok baru,” katanya.

Sebelumnya, BPS mencatat bahwa ada 214 Kabupaten/Kota yang mengalami kenaikan harga beras pada minggu keempat Agustus 2025, naik dari 200 Kabupaten/Kota pada pekan sebelumnya. Walaupun demikian, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menegaskan bahwa inflasi beras telah menurun dibandingkan bulan Juli 2025.

“Inflasi beras saat ini sebesar 0,73% dibandingkan bulan sebelumnya. Ini lebih rendah dibandingkan dengan inflasi di Juli, yang menunjukkan tekanan inflasi dari komoditas ini sudah menurun,” kata dia dalam rapat inflasi daerah di Kemendagri, Jakarta Pusat, Selasa (2/9/2025).

Data riset terbaru menunjukkan bahwa peningkatan produksi beras di Indonesia telah mencapai angka signifikan, tetapi distribusi dan ketergantungan pada beberapa pemasok masih menjadi factor utama dalam fluktuasi harga. Analisis pasar menunjukkan bahwa diversifikasi pemasok dan peningkatan transparansi dalam rantai pasok beras dapat membantu stabilisasi harga di masa depan.

Studi kasus di beberapa daerah mengungkapkan bahwa kesulitan distribusi dan biaya logistik menjadi faktor yang memengaruhi harga beras. Hal ini menunjukkan kebutuhan adanya perbaikan infrastruktur dan koordinasi yang lebih baik antara pemerintah, produsen, dan distribuutor.

Kesimpulan. Peningkatan produksi beras di Indonesia menunjukkan potensi untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi ada tantangan dalam distribusi dan stabilitas harga. Perbaikan rantai pasok dan dukungan pada petani kecil dapat menjadi kunci untuk memastikan akses beras yang terjangkau bagi seluruh warganya.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan