Ratusan warga Indonesia berkumpul di Federation Square, Melbourne, dalam aksi unjuk rasa yang bertajuk “People Taking Back Power Rakyat Indonesia Berkuasa!” Selasa lalu. Acara tersebut, yang diinisiasi oleh Melbourne Bergerak, menjadi salah satu demonstrasi terkait Indonesia yang paling besar pernah diadakan di kota ini.
Pipin Jamson, koordinator acara, menyatakan bahwa tujuan utama perjalanan mereka adalah untuk mendukung persoalan kemanusiaan. “Kita semua bisa bangga dengan langkah yang kita ambil hari ini karena ini merupakan forum yang sesungguhnya bagi rakyat,” ucapnya.
Dalam pidatonya, Pipin juga mengajukan Affan Kurniawan, seorang sopir ojek online yang meninggal setelah dilindas mobil Brimob. “Hari ini kita harus bersatu karena para ojek ditindas, baik oleh truk Barracuda maupun oleh sistem kapitalisme yang menggelisahkan mereka di bawah payung gig economy,” katanya, diiringi sorakan peserta.
Flo, seorang mahasiswa program S-2 asal Indonesia, mengaku merasa semakin kuat dalam melihat kerumunan yang terdiri dari berbagai kalangan masyarakat. “Ini menunjukkan bahwa pemerintah telah melampaui batas, sehingga setiap orang dari berbagai latar belakang, profesi, dan kepentingan ikut mengekspresikan kekecewaannya,” ujarnya. “Kami tidak hanyalah ingin permintaan maaf atau penonaktifan anggota tertentu, tapi kita meminta perubahan yang nyata dan reformasi.”
Mahasiswa S3 lainnya, Marya Yenita Sitohang, menjelaskan bahwa aksi ini merupakan gerakan organik yang timbul dari kecewaan warga Indonesia di seluruh dunia terhadap tindakan pemerintah. “Kita semuanya sama-sama marah, dan démokrasi ini memvalidasi perasaan yang ada di dalam diri kita,” katanya.
Sementara Rafflialdi Hugo Atthareq, mahasiswa yang lebih dikenal dengan panggilan Hugo, menekankan bahwa nasionalismenya tetap kuat meskipun berada di luar negeri. “Sekalipun kita jauh, kami merasakan dampaknya dan itu memang penting,” ucapnya. “Kita hanya berharap pemerintah bisa meminta maaf, mengakui kesalahan, dan jika ada anggota DPR yang bertanggung jawab, sebaiknya turun dari jabatan.”
Soraya Sri Anggarawati, warga lain, menuding pemerintah Indonesia hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok. “Harapannya, pemerintah akan menjalankan kebijakan yang baik, memperbaiki sistem, dan memperbaiki demokrasi di masa depan,” ucapnya. “Tanpa oligarki dan semua hal tersebut harus untuk kepentingan rakyat.”
Di ibu kota Australia, Canberra, juga akan diadakan aksi serupa bertajuk “Tolak impunitas. Lawan kebrutalan aparat terhadap rakyat!” pada Kamis, 4 September 2025, di ANU Fellows Oval. Avina Nadhila, salah satu koordinator, menyatakan bahwa aksi ini merupakan bagian dari tekanan internasional terhadap pemerintah Indonesia. “Kami ingin pemerintah lebih sadar akan aksi mereka dan memahami bahwa masyarakat dunia perhatikan semua perbuatan yang terjadi,” katanya.
Tan Jenar Kibar Lantang, anggota Canberra Bergerak, menambahkan kritik terhadap kejahatan aparat di Indonesia. “Mahasiswa Indonesia di Canberra merasa marah terhadap kekerasan aparat dan tindakan pejabat publik yang sewenang-wenang,” ucapnya. “Baik itu melalui komentar verbal, tertulis, atau tindakan nir-empati seperti kunjungan luar negeri tanpa mempertimbangkan situasi di tanah air.”
Canberra Bergerak juga mendukung tuntutan 17+8, yang meliputi pembentukan tim investigasi independen untuk kasus korban kekerasan dan pelanggaran HAM, penghentian keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil, dan pembebasan seluruh demonstran yang ditahan. Selain itu, mereka menuntut akuntabilitas dari parlemen dengan membekukan kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR.
Pada 30 Agustus 2025, Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPI Australia) juga mengirimkan surat terbuka yang mengkritik anggota DPR yang dilaporkan berada di Sydney saat unjuk rasa dan kerusuhan terjadi di Indonesia. Dalam surat tersebut, mereka mempermasalahkan waktu kunjungan anggota DPR yang jatuh pada akhir pekan dan kegiatan non-kerja yang dilakukan. “Sebagai pelajar Indonesia di Australia, kami tidak bisa diam menghadapi representasi legislatif yang mengabaikan rakyat dan bersembunyi di balik alasan kerja,” tulis mereka. “Kami malu memiliki wakil rakyat yang tidak transparan, tidak akuntabel, dan jauh dari empati publik.”
Gerakan ini menunjukkan betapa pentingnya solidaritas dan keberanian untuk menuntut perubahan. Meskipun jauh dari tanah air, warga Indonesia di luar negeri tetap berdiri teguh, mempertahankan nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan. Aksi ini bukan hanya tentang kecewaan, tetapi juga tentang harapan akan masa depan yang lebih baik. Mari kita terus mempersatukan suara dan menginspirasi perubahan yang nyata, bukan hanya melalui kata-kata, tetapi melalui tindakan konkret yang membawa perubahan jangka panjang.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.