Unjuk Rasa Anarkis: 5 Tersangka Diduga Memberikan Tutorial Pembuatan Bom Molotov

Polda Metro Jaya telah menunjuk Delpedro Marhaen Rismansyah, Direktur dari Lokataru Foundation, serta lima individu lainnya sebagai tersangka dalam kasus yang terkait dengan dua aksi yang dianggap anarkis. Selain itu, lima orang tersebut juga diduga terlibat dalam penyebaran hasutan dan memberikan panduan mengenai pembuatan bom molotov.

Menurut Kombes Ade Ary Syam Indradi, Kabid Humas Polda Metro Jaya, tersangka selanjutnya meliputi MS, SH, KA, RAP, dan FL. MS, yang juga dikenal dengan nama akun Instagram @BPP, diketahui melakukan kerjasama dengan beberapa akun lain untuk menyebarkan ajakan kerusakan.

“Tersangka kedua, SH, juga melakukan kolaborasi di Instagram untuk menyebarkan ajakan kerusakan,” kata Ade Ary saat di Mapolda Metro Jaya, Selasa (2/9/2025).

KA, yang menjabat sebagai admin akun Instagram AMP, juga terlibat dalam kolaborasi dengan akun lain untuk menyebarkan ajakan kerusakan. “Dalam tahap kedua, penyidik akan menjelaskan detail flyer yang ditemukan sejak awal investigasi,” tambahnya.

RAP berperan sebagai admin akun Instagram dan terlibat dalam pembuatan tutorial pembuatan bom molotov. Ia juga berfungsi sebagai koordinator pengiriman bom molotov di lapangan. Selain itu, FL, yang merupakan saudara perempuan dari salah satu tersangka, mengelola akun media sosial dengan inisial T (TikTok). Dia menggunakan akun FG untuk melakukan siaran langsung dan mengajak pelajar untuk turun ke jalan pada tanggal 25 Agustus 2025.

Sebelumnya, Delpedro telah ditangkap dengan tuduhan menghasut massa untuk melakukan aksi anarkis. Saat ini, Delpedro masih dalam status tersangka dan sedang diperiksa oleh kepolisian. Lokataru Foundation, lembaga yang didirikan Delpedro, menyatakan bahwa penangkapan tersebut dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas.

“Direktur Lokataru Foundation dijemput paksa oleh aparat tanpa alasan hukum yang jelas,” tulis Lokataru di akun Instagram @lokataru_foundation. Mereka menyebutkan bahwa Delpedro dijemput oleh anggota Polda Metro Jaya pada Senin (1/9) malam sekitar pukul 22.45 WIB. Setelah itu, Delpedro dibawa ke Polda Metro Jaya. Lembaga ini juga mengungkapkan bahwa penangkapan ini merupakan bentuk kriminalisasi dan ancaman terhadap kebebasan sipil serta demokrasi.

Pembacaan kasus ini menunjukkan adanya permasalahan yang kompleks antara kepolisian dengan organisasi sipil. Tindakan Delpedro dan timnya yang dikaitkan dengan aksi anarkis dan hasutan membangkitkan perdebatan tentang batas-batas kebebasan berekspresi dalam masyarakat. Sementara itu, penangkapan paksa tanpa alasan hukum jelas juga memicu kritikan terhadap pelaksanaan hukum oleh aparat keamanan. Kasus ini mengingatkan betapa pentingnya penegakan hukum yang adil dan transparan dalam menjaga stabilitas sosial.

Penanganan kasus seperti ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengorbankan hak-hak dasar warga negara. Keberadaan perbedaan pendapat dan kritik sosial adalah bagian dari demokrasi yang sehat, namun harus tetap dalam batas yang ditetapkan oleh hukum. Masyarakat diharapkan tetap waspada dan berperan aktif dalam mengawasi pelaksanaan keadilan dalam kasus-kasus yang melibatkan kebebasan sipil.

Baca juga Berita lainnya di News Page