Warga PKL Dadaha Kota Tasikmalaya Enggan Pindah ke Shelter

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kendala utama dalam penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kompleks Sarana Olahraga Dadaha adalah kondisi shelter yang tidak memadai. Selain lokasi kurang strategis, shelter juga bersebelahan dengan depo sampah yang hanya beberapa meter menjauh. Hal ini menyebabkan baik pedagang maupun pembeli enggan berkunjung ke tempat tersebut.

Bau tak sedap dari depo sampah serta letak shelter yang terpisah dari jalan utama membuat wisatawan jarang berkunjung. Pedagang juga kehilangan minat untuk pindah ke sana. Yani (42), seorang pedagang makanan ringan, mengungkapkan kesulitan mereka. “Jika dipindahkan ke shelter, kami mengalami kemudahan. Karena dekat dengan tempat penampungan sampah. Bau, kotor, dan orang sangat jarang lewat,” ujarnya, Senin (1/9/2025).

Dedeh (37) membenarkan pernyataan tersebut. Ia lebih memilih berjualan di trotoar meski berisiko ditertibkan, daripada menempati shelter yang kerap sepi pengunjung. “Sudah pernah mencoba di shelter, tetapi pengunjung jarang. Apalagi dekat depo, makin tidak nyaman,” katanya.

Plt Kepala UPTD Dadaha, Yudi Mulyadi, tidak menyangkal kondisi tersebut. Menurutnya, keberadaan depo sampah dan letak shelter yang tidak strategis memang memengaruhi minat pedagang. “Shelter sebenarnya jarang ditinggalkan. Letaknya tidak di jalur utama dan bersebelahan dengan depo sampah. Pedagang merasa enggan, karena pengunjung juga malas berjalan,” jelasnya.

Meskipun demikian, Yudi tetap optimis. UPTD akan terus berusaha mengoptimalkan penggunaan shelter sesuai dengan tujuannya. “Fasilitas ini sudah disediakan pemerintah. Kita harus mencari solusi bersama agar shelter menjadi lebih ramai,” tambahnya.

Pindah Depo Sampah Ternyata Tidak Mudah

Di sisi lain, Kabid Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tasikmalaya, Feri Arif Maulana, memaparkan bahwa relokasi depo sampah di Dadaha sudah lama dibahas. Namun, keterbatasan lahan di pusat kota menjadi masalah utama. “Sudah ada rencana untuk memindahkan depo karena ada shelter pedagang. Namun lahan terbatas, harga tanah mahal, dan kemungkinan warga tidak setuju jika lingkungannya dijadikan tempat transit sampah,” jelas Feri.

Sementara itu, pengalaman lain menunjukkan bahwa penerapan sistem shelter PKL di tempat lain berhasil meningkatkan kesan wisatawan. Misalnya, di kota A, penerapan shelter dengan desain ramah lingkungan dan letak strategis mampu menarik lebih banyak pedagang dan pembeli. Ini menunjukkan bahwa solusi terpadu, termasuk pindah depo sampah dan penataan shelter, bisa menjadi jawaban bagi masalah serupa.

Pemerintah setempat juga bisa memanfaatkan teknologi untuk mengoptimalkan pengelolaan sampah. Sistem IoT untuk monitoring depo sampah dan aplikasi untuk memudahkan pelapak berjualan di shelter dapat meningkatkan efisiensi. Dengan demikian, tidak hanya masalah sanitasi yang ditangani, tetapi juga kenyamanan pedagang dan pembeli.

Dalam menghadapi tantangan ini, kolaborasi antara pemerintah, pedagang, dan warga menjadi kunci. Dengan kerja sama yang erat, solusi terpadu dapat dicapai. Usaha ini tidak hanya meningkatkan kualitas lingkungan, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi lokal melalui dukungan pada PKL.

Masyarakat pun perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya pemilahan sampah dan pengelolaan lingkungan. Dengan menyadari dampak positif yang dapat dicapai, masyarakat akan lebih bersedia berpartisipasi dalam upaya penataan infrastruktur yang lebih baik.

Kesimpulan

Mencari solusi bagi masalah shelter PKL di Dadaha bukanlah tugas mudah, tetapi tidak mustahil. Dengan kerja sama antara pemerintah, pedagang, dan masyarakat, penataan yang lebih baik bisa dicapai. Tidak hanya memperbaiki fasilitas, tetapi juga meningkatkan kualitas kehidupan di kota. Mari bersama-sama membangun lingkungan yang lebih ramah, nyaman, dan sehat.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan