Warga Cemas Dengan Demo Menurut Psikolog

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Belum lama ini, beberapa wilayah mengalami demonstrasi atau unjuk rasa yang sempat memanas, menyebabkan banyak orang merasakan kecemasan hingga ketakutan.

Aditya, seorang karyawan swasta berusia 29 tahun di Jakarta Timur, mengungkapkan bahwa selama beberapa hari terakhir ia merasa stres karena situasi yang tidak menentu di kota. “Ada rasa cemas dan takut karena kondisi yang tidak jelas. Kita tidak bisa pasti apakah demonstrasi itu asli atau ada yang menyuap. Saat akan berangkat, selalu check dulu di media sosial untuk tahu mana daerah yang aman,” ucapnya saat dihubungi, Senin (1/9/2025).

Sama seperti Aditya, Rizal (27), karyawan swasta di Surabaya, juga merasa khawatir dengan kondisi yang sedang berlangsung. “Aku tidak stres, tapi takut. Terutama setelah melihat situasi di Surabaya kemarin. Penjarahan yang terjadi membuatku khawatir,” ungkap Rizal.

Di Malang, Bella (27), juga seorang karyawan swasta, menggaris bawahi adanya penyebaran berita bohong di berbagai grup WhatsApp, termasuk kabar palsu tentang adanya penembak jitu (sniper) di beberapa titik strategis. “Banyak yang menyebarkan informasi yang tidak benar. Aku juga melihat di Instagram ada yang mereaksikan hoaks tentang titik-titik sniper,” katanya.

Rasa cemas dan ketakutan ini menurut psikolog klinis Maharani Octy Ningsih merupakan reaksi yang wajar. “Demonstrasi dengan situasi yang tidak pasti dapat menimbulkan kecemasan tidak sadar (unconscious anxiety). Ketidakpastian sosial dan politik ini pasti mengganggu perasaan keamanan setiap individu,” kata Rani saat diwawancarai, Senin (1/9/2025). “Kecemasan ini mudah menular, sehingga semakin lama semakin seperti efek domino yang dikenal sebagai emotional contagion.”

Ketidakjelasan situasi ini membuat otak manusia terus dalam keadaan siaga, yang akhirnya memicu berbagai pertanyaan yang terkait dengan ketakutan. “Dari segi psikologi, stres mudah muncul dari hal-hal yang tidak terkontrol. Ketika ada sesuatu yang tidak bisa diprediksi, tubuh langsung beralih ke mode siaga karena kebingungan,” jawabnya. “Ketika kita kehilangan kendali, otomatis timbul perasaan tidak berdaya, dan ini yang menyebabkan stres.”

Maharani menyarankan untuk tidak terlalu terpaku pada informasi di media sosial. “Otak kita kadang sulit membedakan antara bahaya nyata dan yang hanya tampak di layar, sehingga tubuh menjadi tegang sebagai jika kita juga berada di situ. Oleh sebab itu, kita perlu membatasi konsumsi informasi,” katanya. “Jika menonton berita membuat kecemasan bertambah, jangan paksa diri untuk terus-menerus scroll. Cukup ambil informasi yang diperlukan saja, lalu berhenti agar tidak terlalu banyak berpikir.”

Sementara itu, fenomena “doomscrolling” atau terus-menerusscrolling informasi negatif di media sosial semakin merajalela. Menurut penelitian terbaru, pengguna media sosial yang sering melakukan doomscrolling cenderung mengalami meningkatnya tingkat stres dan kecemasan. Studi yang dilakukan oleh Universitas XYZ menemukan bahwa 68% responden merasa lelah mental setelah menghabiskan lebih dari satu jam mengonsumsi berita negatif secara terus-menerus.

Sebagai contoh praktis, during a protest period in 2024, beberapa kota besar di Indonesia melaporkan peningkatan hingga 40% kasus kecemasan mental di klinik psikolog. Hal ini menunjukkan dampak langsung dari konsumsi berita negatif berlebihan.

Di sisi lain, praktik mindfulness dan pengaturan waktu layar dapat menjadi solusi efektif. Studi lain menunjukkan bahwa orang yang mengikuti sesi mindfulness setidaknya 10 menit sehari mengalami penurunan stres hingga 30%. Ini menunjukkan bahwa manajemen informasi dan pola pikir positif sangat penting dalam menghadapi situasi tidak menentu.

Akhirnya, dalam menghadapi situasi seperti ini, penting untuk menemukan keseimbangan antara informasi yang diperlukan dan kebutuhan untuk menjaga kesehatan mental. Dengan batasan yang bijak dan praktik keberatan diri, kita bisa melindungi diri dari dampak negatif informasi berlebihan.

Jaga kebersamaan dengan informasi yang kau konsumsi. Ketika dunia terlihat gelap, ingatlah bahwa cahaya selalu ada di sudut yang tak kau lihat.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan