Tower Ilegal di Desa Kutawaringin, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Akhirnya Disegel Oleh Satpol PP

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Tower telekomunikasi yang dibangun di Kampung Sodong, Desa Kutawaringin, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, akhirnya ditutup oleh Satpol PP pada Jumat, 29 Agustus 2025. Penutupan ini dilakukan karena menara tersebut tidak memiliki izin operasional resmi.

Roni AKs, Kasatpol PP Kabupaten Tasikmalaya, menjelaskan bahwa sebelum langkah penyegelan diambil, pihaknya sudah melakukan koordinasi intensif dengan berbagai instansi, termasuk Dinas PUTRLH, Dinas Pertanian, DPMPTSPTK, Camat Salawu, Kapolsek, Danramil, dan ATR/BPN Kabupaten Tasikmalaya pada Senin, 25 Agustus 2025.

“Kami melakukan rapat koordinasi untuk menyelaraskan pandangan dan mengukuhkan kerja sama antar-sektor, sehingga pembangunan menara telekomunikasi ini memenuhi semua ketentuan yang berlaku,” katanya.

Meskipun menara sudah berdiri, Roni menegaskan bahwa perusahaan pengembang belum mendapatkan izin PBG/SLF (Persetujuan Bangunan Gedung/Surat Layak Fungsi) dari DPMPTSPTK. Selain itu, menara tersebut dibangun di atas lahan LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan), yang menurut Peraturan Bupati Tasikmalaya Nomor 127 tahun 2021, tidak ada aturan yang mengizinkan perubahan fungsi lahan untuk pembangunan menara telekomunikasi.

Sebelumnya, Pemerintah Kecamatan Salawu sudah mengirimkan surat permohonan untuk menghentikan pembangunan tower pada 15 Juli 2025. Roni menegaskan bahwa proses perizinan tidak dapat dilanjutkan tanpa adanya peraturan yang mendukung, termasuk analisis dari Dinas Tata Ruang DPUTRLH Kabupaten Tasikmalaya.

“Tower ini akan ditutup sementara oleh PPNS, didampingi oleh Satpol PP dan Dinas Teknis, sampai semua persyaratan perizinan terpenuhi sesuai peraturan,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua DPC Ark1lyz Kecamatan Salawu, Aditya Nugraha, menyambut baik tindakan Satpol PP yang telah melakukan penyegelan. Namun, dia juga menyatakan kekecewaannya karena menara tersebut dibangun di atas LP2B, yang jelas melanggar aturan perlindungan lahan produktif. “Bukan hanya harus ditutup, tetapi sebaiknya dibongkar,” kata dia dengan tegas.

Aditya juga mengungkapkan frustrasinya terhadap ketidaksegeraaan Satpol PP. “Seharusnya Satpol PP segera bertindak, bukan setelah tower selesai dibangun 100 persen. Saya sudah beberapa kali mengirim surat, tapi baru ditanggapi baru-baru ini,” ungkapnya dengan nada frustrasi.

Tindakan ini mengingatkan kita tentang pentingnya penegakan hukum dalam pengelolaan lahan dan pembangunan infrastuktur. Pentingnya koordinasi antar-instansi juga terlihat jelas, agar pembangunan dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Masyarakat diharapkan tetap waspada terhadap pembangunan yang tidak memenuhi syarat hukum, agar lingkungan dan kepentingan bersama dapat terjaga.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan