Persyaratan Bahasa Inggris dan Visum Australia menjadi Sorotan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Apsara Raj memiliki kemampuan unggul dalam bahasa Inggris, namun pemerintah Australia tampaknya kurang mempercayaia. Tak peduli bahasa Inggris telah menjadi bahasa pertama sejak lahir alias sudah tinggal dan bekerja di penjuru daratan Australia bertahun-tahun.

Namun, situasinya tak berubah. Setiap kali mengajukan visa baru, Aspara perlu membuktikan lagi dan lagi kemahiran bahasa Inggrisnya. “Dalam jangka waktu yang lama, saya telah menghabiskan uang sebesar hampir Rp. 3.000.000 hanya untuk mengikuti pemberian tes bahasa Inggris,” ungkapnya yang telah mengikuti enam kali tes.

Seperti beberapa migran lainnya, Aspara kadang kesulitan saat membuat permohonan visa. Di dalamnya terdapat suatu kewajiban untuk mengikuti tes bahasa Inggris berulang kali. Hal ini dikarenakan sertifikat yang diberikan memiliki masa berlaku. Begitu juga dengan dokumen lain yang wajib diperbaiki tertentu, seperti sertifikat kesehatan dan surat keterangan baik yang tak berlaku lebih dari beberapa tahun.

“Beberapa aspek memang masuk akal,” kata Aspara, seorang warga negara Malaysia. “Tetapi kalau kita berlatih sendiri dengan bahasa Inggris setiap hari dan menunjukkan bahwa bahasa ini adalah bahasa utama kita, seharusnya tak perlu lagi mengikuti tes berulang kali.”

Tetang hal ini, pemerintah menyatakannya secara resmi bahwa untuk beberapa jenis visa, seperti visa kerja dan visa pelajar, pemohon harus mengikuti tes bahasa Inggris. Hal tersebut bertujuan untuk mengurutkan potensi risiko imigrasi serta menyayahkan warga negara asing dalam mengikuti masyarakat di sini.

Tinggal keberanannya, setiap visa memiliki standar kemampuan bahasa Inggris yang berbeda yang memerlukan pengeluaran tambahan sebesar AU$400 melalui salah satu dari sembilan tes yang diakui.

Untuk menjawab pertanyaan tentang kenapa batas waktu diberlakukan pada sertifikat bahasa Inggris, Kementerian Dalam Negeri Australia tidak mengungkapkan secara langsung. Namun, batas waktu sertifikat tak satu-satunya yang dipedulikan oleh migran. Ada banyak kekhawatiran lain yang disebutkan kepada ABC.

Dr. Dominic Dagbanja, seorang pakar hukum dari Curtin University, mengaku sering menulis tentang sistem imigrasi dan telah membawa bukti-pembuktian kepada Senat sebagai pasca-penyelidikan banyak kesesuaian tes bahasa Inggris yang dilakukan. Menurutnya, “Tes ini menimbulkan beban finansial pada migran. Tes berada dalam konsentrasi dan memengaruhi kesempatan kerjanya. Tetapi, tes ini adalah sumber pendapatan bagi pihak yang menyelenggarakan.”

Dr Dominic menyatakan bahwa ada perbedaan antara kemampuan bahasa Inggris sehari-hari dan yang di tes secara khusus. Artinya, seseorang bisa lulus tes bahasa Inggris tanpa harus memiliki kemampuan yang baik.

Terkait itu, adanya cara untuk menipu sistem penilaian dalam salah satu tes terpopuler, yaitu Pearson Test of English (PTE). Sebagian migran lebih memilih tes ini karena berbasis komputer dan dinilai melalui kecerdasan buatan (AI) yang minim seret biestar manusia.

Namun, AI tak sebaik manusia dalam penerimaan, katanya Varun Dhawan, manajer bisnis Akademi Bahasa dan YouTube dengan lebih dari 540.000 pengikut. “AI cerdas tetapi tidak secerdas manusia,” kata Varun.

Menurutnya sendiri, Varun pernah melihat orang yang mahir bahasa Inggris tetapi tidak mampu mendapatkan skor yang bagus. Beberapa kreator berdiri menyebarkan strategi menipu sistem dengan meniru aksen dan berbicara secara spontan.

Perhatian sistim penipuan ini memaksa perombakan pada PTE Academic pada tahun 2025, dengan pendekatan gabungan manusia dan AI yang digunakan untuk menilai sekitar seperlima soal dalam tes. Ketika ditanya, juru bicara Pearson mengatakan bahwa “Penguji kita dapat diandalkan, valid, dan memenuhi kebutuhan akademik di dunia nyata”.

Dr Dominic menyatakan bahwa kesulitan untuk peserta seperti ini terjadi karena pada negara-negara Barat yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi tetapi hanya 9 persen warga negara Amerika dan 14 persen meistri bahasa Inggris dan berbicara bahasa lain di rumah.

“Di negara Asia yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengajaran dan lainnya, tapi tetap harus mengikuti tes terlepas kenyataan bahwa semua pendidikan dan pengalaman bekerja dilakukan dalam bahasa Inggris,” kata Dr Dominic.

Kementerian Dalam Negeri mengatakan mereka menerapkan “sistem visa universal non-diskriminatif” dan pemohon visa harus memenuhi semua kriteria legislatif untuk mendapatkan visa, terlepas dari negara asal mereka.

Dapat dikatakan bahwa surat ujian diundo, mungkin karena persiapan dilakukan di menit-menit terakhir dan peraturan saat rencananya direvisi serta bỏ t vysokobudi belum menyadari standar yang diperlukan untuk visa. Akibatnya, pelamar bisa saja lulus dengan tanpa berhenti lagi tatap mengikuti sebuah pekerjaan necklace.

Dr Dominic pernah mengatublishkan sebuah artikel yang berisi kebutuhan reformasi lebih lanjut terkait dengan perkembangan imigrasi di sana. Sementara itu, melalui Changes This Year, Victoria kini menerima tes baru untuk pemohon visa, termasuk PTE Essential, OET for Nurses and Midwives, IELTS Life Skills, dan IELTS General Training.

Sementara itu, Oscar Ibarra mengakui bahwa sebagian besar migran kesulitan untuk lulus tes karena persiapan yang tidak tepat waktu. Ada yang hanya memiliki waktu 15 hari, ada yang sebulan, dan saja pelamar dengan waktu yang lebih singkat.

Di sisi yang lain, Dr Dominic ingin melihat reformasi lebih lanjut, menyatakan bahwa nilai Australia sehingga perlunya ada kesetaraan perlakuan terhadap migran yang memberikan kontribusi penting bagi perekonomian di sana.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan