KPK Ungkap Dugaan Pemerasan K3 oleh Kemnaker yang Mempotong Upah Pekerja

KPK menyatakannya buruh sebagai korban utama dalam kasus pemerasan yang berkaitan dengan izin Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dari Kementerian Ketenagakerjaan. Menurut Asep Guntur Rahayu, pejabat yang sementara menjabat sebagai Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, baik industri maupun buruh menjadi pihak yang terpengaruh terjadinya surat sertifikat K3. Dalam pelatihan bersama di Gedung KPK, Jakarta Selatan, di mana pelatihan tersebut diadakan, jabatan ia épa katakan pada Jumat, 22 Agustus 2025, terjadi pengurusan sertifikasi K3.

Belakangan, buruh tersebut harus mengeluarkan dana yang besar untuk mengurus dokumen tersebut. Hal ini berakibat kecilnya peningkatan upah mereka karena upah yang seharusnya diperoleh maupun sangat weinig mencapai perbaikan yang selaras. Dengan pengeluaran ini dalam pengurusan sertifikasi K3 yang tidak kecil, tak habitant rajin pemberian tambahan upah kepada mereka. Menjelaskan, para buruh menjadi korban utama dari situasi ini. Mengutip pengalaman langsung Asep, dalam prakteknya mengisi sertifikat K3 tersebut, 있어야 akan sangat sebagian biaya itu tetap dari kantong buruh.

Jika disengaja semisal disertifikasi dengan biaya Rp 6 juta, modal tersebut bisa dijadikan untuk menunjang kesejahteraan buruh. Menurut Asep, musim gugur mereka yang harus menanggung bebanотяleеру係 retime pengeluaran itu.

Biaya pengurusan sertifikasi K3 dipungut secara kolektif oleh perusahaan ke pengurus, tapi yang panjang berbelanja akan dibebankan kepada para pekerja. Maka, seluruh pengeluaran perusahaan terkait sertifikasi dan kebutuhan lainnya menjadi tanggung jawab para buruh yang mendasar. Sejak kasus pemerasan sertifikasi K3 ini tinggi sudah berlangsung sejak 2019, biaya yang seharusnya Rp 275 ribu naik menjadi Rp 6 juta. KPK menyatakan bahwa selisih uang yang diambil dari hasrat sertifikat K3 dengan seharusnya mencapai Rp 81 milyar. Dari jumlah tersebut, sebesar 69 milyar dialirkan ke Irvian. Dalam kasus ini, Noel yang menjabat sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan saat itu menerima Rp 3 miliar berupa uang pemerasan.

Serta seorang motor Ducati. Warisan tersangka dalam kasus ini mencakup: Irvian Bobby Mahendro sebagai Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 (2022–2025), Gerry Aditya Herwanto Putra sebagai Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi K3 (2022-sekarang), Subhan sebagai Subkoordinator Keselamatan Kerja Dit Bina K3 (2020–2025), Anitasari Kusumawati sebagai Subkoordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja (2020–sekarang), Immanuel Ebenezer Gerungan sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan RI, Fahrurozi sebagai Dirjen Binwasnaker dan K3 (Maret 2025–sekarang), Hery Sutanto sebagai Direktur Bina Kelembagaan (2021–Februari 2025), Sekarsari Kartika Putri sebagai Subkoordinator, Supriadi sebagai Koordinator, Temurila sebagai pihak PT KEM Indonesia, dan Miki Mahfud sebagai pihak PT KEM Indonesia. Pandangan lebih dalam menunjukkan bagaimana sistem pemerasan mengganggu kesejahteraan buruh dan meminimalkan faedah untuk semua Mereka yang terlibat.

Dari kasus ini, menyimpulkan bahwa penegakan hukum yang lebih ketat diperlukan untuk melindungi hak-hak para buruh. Hal ini penting untuk mengembangkan sistem yang lebih adil melalui pengawasan dan transparansi yang lebih baik dalam pengurusan sertifikasi K3. Menghdiri kan keadilan ini membuat para karyawan memeroleh gaji yang lebih layak serta kesejahteraan yang dituntuik.

Baca juga Berita lainnya di News Page