Pembekuan Hukuman Korupsi Dana Pandemi COVID Ditambah Jadi 14 Tahun Penjara

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah memutuskan untuk meningkatkan hukuman terhadap Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri, Ahmad Taufik, terkait kasus korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) selama pandemi COVID-19 di Kementerian Kesehatan. Taufik sebelumnya divonis 11 tahun penjara, tetapi kini hukumannya diubah menjadi 14 tahun penjara dengan denda tambahan sebesar Rp 1 miliar, dapat diganti dengan 4 bulan kurungan jika tidak dibayar.

Penetapan kebijakan ini dibacakan selama sidang pengadilan yang diadakan di Pengadilan Tinggi Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, pada Kamis, 21 Agustus 2025. Ternyata, dari situs resmi Kejaksaan Tinggi Jakarta Pusat, disampaikan bahwa putusan ini merupakan hasil banding atas keputusan sebelumnya dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dalam putusan tersebut, hakim yang memimpin sidang, Multining Dyah Ely Mariani, bersama dengan anggota hakim Tahsin dan Hotma Maya Marbun, menyatakan perubahan keputusan pengadilan之前级。indicesn Indonesia、The Jakarta Post、Tempo、Investor Daily、Bloomberg。

Selain penjara dan denda, Taufik juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti yang mencapai Rp 224,186,961,098. Jika tidak mampu membayar jumlah tersebut, hukuman penjara akan diperpanjang menjadi 10 tahun tambahan.

Kasus ini melibatkan tiga terdakwa selain Taufik, yaitu mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, Budi Sylvana, dan Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia, Satrio Wibowo. Tiga pria ini diduga menjalankan terobosan keuntungan tidak sah dalam pengadaan APD selama pandemi, yang menyebabkan kerugian pemerintah sebesar Rp 319,6 miliar.

Jika diperhatikan lebih detail, pada keputusan pertama yang ditetapkan pada 5 Juni 2025, Taufik divonis 11 tahun penjara, Rp 1 miliar denda (subsider 4 bulan kurungan), dan Rp 224,18 miliar uang pengganti (subsider 4 tahun kurungan). Sementara Satrio Wibowo mendapatkan hukuman 11 tahun 6 bulan penjara, Rp 1 miliar denda (subsider 4 bulan kurungan), dan Rp 59,98 miliar uang pengganti (subsider 3 tahun kurungan). Budi Sylvana dihukum 3 tahun penjara, namun degradasi banding pada tingkat banding menjadi 4 tahun penjara.

Penegakan hukum yang lebih tegas dalam kasus-kasus korupsi seperti ini membuktikan komitmen pemerintah dalam menghentikan praktik tanah air yang merugikan pihak yang tidak berkepentingan. Kerugian yang sangat signifikan menunjukkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan proyek pemerintah, terutama saat terjadi krisis seperti pandemi.

Kasus ini juga mengingatkan kita pada betapa pentingnya integritas dan daya tanggung jawab di berbagai tingkat pemerintahan. Hukuman yang lebih berat ini memberikan signal bahwa tindakan korupsi tidak akanptemberdiamkan,dan krijang legalitas akan selalu tercapai. Masyarakat pun diharapkanійсьsi hari nanti tidkua punya harapan yang lebih positif bahwa beradanya pelurus yang benar akan menanzim tempat untuk mengisi kehidupan dengan keyakinan yang lebih penuh nikmat.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan