Gaji Dokter Spesialis Hospital Based Tetap Diperhatikan oleh Menkes

Pemerintah sedang berupaya mengembangkan 500 rumah sakit pendidikan sebagai penyelenggara utama (RSPPU) sebelum tahun 2030. Ini berbeda dengan sistem ‘university based’ yang umum saat ini. Dalam skema baru ini, calon dokter spesialis akan menerima gaji setiap bulan, bukan membayar biaya pendidikan.

Menkes Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa program ini akan memberikan gaji bulanan kepada peserta, mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 10 juta per bulan. Pada tahun pertama, peserta akan menerima Rp 5 juta, kemudian bertambah menjadi Rp 7,5 juta sampai Rp 10 juta. Selain itu, biaya ujian akhir juga akan ditanggung pemerintah. Program ini saat ini terlaksana di enam rumah sakit dengan total 52 peserta, diantaranya:

• RSUD Harapan Kita (cardiology): 10 calon dokter spesialis
• RSAB Harapan Kita (pediatrics): 8 calon dokter spesialis
• RS Pusat Otak Nasional (neurology): 10 calon dokter spesialis
• RS Kanker Dharmais (radiation, oncology): 6 calon dokter spesialis
• RS Ortopedi Soeharso (ortopedics): 10 calon dokter spesialis
• RS Mata Cicendo (ophthalmology): 8 calon dokter spesialis

Menkes juga mendorong seluruh rumah sakit utamanya di daerah untuk mengembangkan program serupa. Ini diharapkan dapat menambah tenaga dokter spesialis di wilayah yang masih kurang. Dengan demikian, masyarakat akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang mudah diakses, berkualitas, dan terjangkau.

Inisiatif pemerintah dalam memperkenankan calon dokter spesialis mendapatkan gaji bukan biaya pendidikan menunjukkan komitmen dalam meningkatkan aksesibilitas dan kualitas pendidikan medis. Langkah ini juga diharapkan mampu mengatasi kecenderungan emigrasi tenaga medis ke negara lain, karena program ini memberikan keuntungan finansial yang lebih menarik serta kesempatan praktik di rumah sakit terkemuka.

Pendekatan hospital based juga diperkirakan lebih efektif dalam memproduksi dokter spesialis yang siap langsung bekerja. Dengan berlatih langsung di rumah sakit, peserta dapat mengasah kemampuan klinis mereka dalam lingkungan nyata. Ini berbeda dengan sistem university based yang lebih teoretis.

Studi kasus dari negara lain menunjukkan bahwa sistem seperti ini berhasil meningkatkan jumlah dokter spesialis di daerah terpencil. Contohnya, Jerman mengimplementasikan program serupa yang berhasil menurunkan defisit dokter spesialis di daerah pedesaan. Pendekatan ini dapat dijadikan inspirasi untuk Indonesia dalam mengatasi masalah distribusi tenaga medis yang tidak merata.

Keberhasilan program ini akan bergantung pada dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan rumah sakit. Integrasi sistem pendidikan medis dengan pelayanan kesehatan juga perlu diperkuat. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya bisa meningkatkan jumlah dokter spesialis, tetapi juga kualitas pelayanan kesehatan di seluruh wilayah.

Kesempatan ini juga harus dimanfaatkan calon dokter spesialis untuk meningkatkan kualitas diri, baik dari segi akademik maupun praktik klinis. Perubahan sistem pendidikan medis ini bukan hanya manfaat finansial, tetapi juga peluang untuk berkontribusi pada peningkatan kesehatan masyarakat. Mari dukung dan ikuti program ini agar Indonesia memiliki dokter spesialis yang berkelas dunia.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page